Original From : http://m-wali.blogspot.com/2011/12/membuat-teks-berjalan-di-menu-bar.html#ixzz1hBO1bMTJ

Welcome




Efek Daun

Bintang

Senin, 04 Mei 2009

SEPUTAR HUKUM KELUARGA BERENCANA

Susah di pungkiri memang sekarang pemerintah indonesia sangat menggalakan yang dinamakan program keluarga berencana dengan berbagai alternatif pilihan yang tujuannya untuk mencegah angka pertambahan penduduk agar penduduk indonesia enggak semakin padat dan kesejahteraan masyarakat bisa lebih terjamin, malahan sering kita dengar ada selogan 2 anak cukup. Tp tahukan kita sebagai umat islam hukum dari menggunakan KB tersebut? Apakah Kb sesuai dengan Syariat ISlam? . Ini adalah permasalahan yang muncul sekarang, dan pertanyaan muncul berkaitan dengan hal ini. Permasalahan ini telah dipelajari oleh Haiah Kibail Ulama (Lembaga di Saudi Arabia yang beranggotakan para Ulama) di dalam pertemuan yang telah lewat dan ditetapkan sebuah keputusan yang ringkasnya adalah tidak boleh mengkonsumsi pil-pil untuk mencegah kehamilan. Karena Allah Subhanahu Wa Ta'ala mensyariatkan untuk hamba-Nya sebab -sebab untuk mandapatkan keturunan jumlah umat. Rosulullah SAW bersabda: "Yang Artinya : Nikahilah wanita yang banyak anak lagi penyayang, karena sesungguhnya aku berlomba-lomba dalam banya umat dengan umat-umat yang lain di hari kiamat dalm riwayat lain : dengan para nabi di hari kiamat)". [Hadits Shahih diriwayatkan oleh abu daus 1/320, Nasa'i 2/71, Ibnu Hibban no. 1229, Hakim 2/162 (lihat takhrijnya dalam Al-Insyirah hal 29 Adazbuz Zifaf hal 60) " Baihaqi 781, Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah 3/61-62]. Karena umat itu membutuhkan jumlah yang banyak, sehungga mereka beribadah kepada Allah, berjihad di jalan-Nya, melindungi kaum muslimin -dengan ijin Allah-, dan Allah akan menjaga mereka dari tipu daya musuh-musuh mereka. Maka wajib untuk meninggalkan perkara ini (membatasi kelahiran), tidak memperbolehkan dan tidak menggunakan kecuali darurat. Jika dalam keadaan darurat maka tidak mengapa, seperti: [a]. Sang istri tertimpa penyakit di dalam rahimnya, atau anggota badan yang lain, sehingga berbahaya jika hamil, maka tidak mengapa(menggunakan pil-pil tersebut) untuk keperluan ini. . Demikian juga, jika sudah memiliki anak banyak banyak, sedangkan istri keberatan jika hamil lagi, maka tidak terlarang mengkonsumsi pil-pil tersebut dalam waktu tertentu, seperti setahun atau dua tahun dalam masa menyusui, sehingga ia merasa ringan untuk kembali hamil, sehingga ia bisa mendidik dengan selayaknya. Adapun jika penggunaannya dengan maksud berkonsentrasi dalam berkarir atau supaya hidup senang atau hal-hal lain yang serupadengan itu, sebagaimana yang dilakukan kebanyakan wanita zaman sekarang, maka hal itu tidak boleh". (tambahan apalagi karena takut menjadi miskin, khawatir tidak bisa menghidupinya, bagi wanita takut menjadi tidak cantik atau menarik lagi.)
READ MORE - SEPUTAR HUKUM KELUARGA BERENCANA

Rabu, 22 April 2009

Perasaan Merasa Berdosa


Induk Kemaksiatan
Imam Ibnu Al-Qayyim Rahimahullah berkata, “Induk kemaksiatan, bagi kecil maupun besar, ada tiga:

Pertama, keterikatan hati dengan selain Allah, yang tidak lain adalah syirik.
Kedua, menuruti dorongan emosi, yaitu dzalim.
Ketiga, menuruti kekuatan syahwat yang tidak lain adalah berzina.

Sasaran terakhir hati dengan selain Allah Ta’ala ialah syirik dan mengklaim ada Tuhan baru selain Allah Ta’ala. Sasaran terakhir menuruti dorongan emosi adalah membunuh. Dan, sasaran akhir menuruti kekuatan syahwat ialah zina. Ketiga hal itu disebutkan Allah Ta’ala secara bersamaan di ayat berikut,

‘Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang benar, dan tidak berzina.’ (Al-Furqan: 65).”

Ketiga induk kemaksiatan di atas punya banyak cabang, yang tidak diketahui meyoritas manusia dan mereka tidak menyadari itu dosa yang wajib ditinggalkan. Di antara manusia ada orang yang perasaannya terhadap dosa telah mati, bahkan terhadap dosa-dosa besar sekalipun. Ia sama sekali tidak menganggap besar sebagai dosa besar. Itulah hati yang telah ditutup dengan sumbatan. Akibatnya, hati itu tidak punya nurani dan perasaannya mati, hingga tidak dapat merasakan apa-apa.

Akrab dengan Kemungkaran
Barangkali, sebab utama problem tidak merasa berdosa pada orang tertentu ialah karena akrab dengan kemungkaran, sebab terlalu sering dikerjakan. Hal ini persis dengan keakraban kita dengan makhluk-makhluk Allah yang besar, seperti langit, apa saja yang ada di dalamnya, bumi berserta apa saja yang ada di atasnya, sebab kita sering melihatnya. Kita baru merasa heran saat mendengar seseorang mendarat di bulan. Kita juga langsung heran ketika ada temuan-temuan baru. Tapi, kita lupa pada sesuatu yang lebih hebat dari temuan-temuan manusia, sebab kita terbiasa melihat makhluk-makhluk Allah itu. Dosa-dosa juga seperti itu jika terlalu sering dikerjakan. Hati menjadi akrab dengannya dan tidak lagi memungkirinya. Inilah yang paling ditakutkan Abu Al-Hasan Az-Zayyat Rahimahullah. Ia berkata:

“Demi Allah, aku tidak peduli dengan banyaknya kemungkaran dan dosa. Yang paling aku takutkan ialah keakraban hati dengan kemungkaran dan dosa. Sebab, jika sesuatu dikerjakan dengan rutin, maka jiwa menjadi akrab dengannya dan jika jiwa telah akrab dengan sesuatu maka jiwa itu jarang tidak terpengaruh dengannya.”

Tidak merasa dihukum Allah
Yang lebih berbahaya dari sikap akrab dengan kemungkaran ialah sikap tidak peduli dengan hukuman, hingga sampai taraf tidak merasa apa yang telah dikerjakan. Mari kita dengar penuturan Ibnu Al-Jauzi Rahimahullah tentang orang yang sampai pada tahap ini:

“Ketahuilah, ujian paling besar ialah merasa aman tidak akan mendapatkan siksa setelah mengerjakan dosa. Bisa jadi, hukuman datang belakang. Hukuman paling berat ialah seorang tidak merasakan hukuman itu, lalu hukuman merengut agama, memberangus hati, dan jiwa tidak punya kemampuan memilih dengan baik. Di antara efek hukuman ini ialah tubuh segar bugar dan seluruh keinginan tercapai.”

Contoh lainnya ialah seseorang sudah sekian lama tidak mengerjakan shalat Shubuh berjama’ah dan ia menganggap biasa dosa ini (tidak shalat Shubuh ber-jama’ah). Ia merasa hatinya tidak sakit dan tahan bantingan menghadapi derita dosa ini. Padahal, generasi pertama Islam mengunjungi sebagian dari mereka yang tidak shalat Shubuh berjama’ah. Barangsiapa sampai pada taraf tidak merasa mendapatkan hukuman dosa, maka kondisinya mengkhawatirkan. Sebab, bisa jadi, itu menjadi cikal bakal “kejatuhan” dirinya dan bukan mustahil ia kembali ke jalan kesesatan. Menurut Ibnu Al-Qayyim, itulah “pembunuhan”. Lebih lengkapnya, Ibnu Al-Qayyim berkata, “Dosa itu luka dan bisa jadi menyebabkan kematian.”

Generasi Sahabat Khawatir Kebaikan mereka tidak diterima Allah
Ada aspek lain yang amat diperhatikan generasi pertama Islam dan jarang di antara kita yang sampai pada tahap ini, yaitu khawatir kebaikan mereka tidak diterima. Tentang generasi tabi’in, salah seorang dari mereka, Al-Hasan Al-Bashri, berkata:

“Aku pernah berjumpa dengan orang-orang yang lebih menghindari hal-hal yang dihalalkan Allah daripada upaya kalian menghindari hal-hal yang diharamkan Allah. Aku juga pernah bertemu orang-orang yang lebih takut kebaikan-kebaikan mereka tidak diterima Allah daripada ketakutan mereka kepada kesalahan-kesalahan mereka.”

Itulah generasi terbaik yang tidak pernah ada lagi untuk kedua kalinya. Mereka tidak seperti kita, yang hanya shalat malam beberapa raka’at dan berinfak dengan beberapa keping uang recehan, lalu mengira sudah berbuat banyak!

Hati yang Hidup
Generasi pertama Islam orang-orang yang berhenti hidup, hati mereka sulit dikotori, dan cinta dunia gagal merusak perasaan berdosa yang mereka miliki. Salah seorang dari mereka selalu ingat satu dosanya selama empat puluh tahun dan merasakan dampaknya. Ubaidillah bin As-suri meriwayatkan perkataan salah seorang generasi tabi’in, Al-Qudwah bin Sirin, yang berkata, “Aku tahu dosa apa yang membuatku dililit hutang. Empat puluh tahun silam, aku pernah berkata kepada seseorang ‘Hai orang bangkrut’.”
Tidak ada seorang pun yang sanggup ingat dosa yang telah terjadi empat puluh tahun yang silam, melainkan orang yang dosanya sedikit, lalu mampu menghitungnya. Ketika kisah tersebut diceritakan Abu Ubaidillah bin As-Suri kepada Abu Sulaiman Ad-Darani, lalu Abu Sulaiman Ad-Darani berkata, karena itu, ia tahu dari mana datangnya. Sedang dosa-dosaku dan dosa-dosamu banyak. Oleh sebab itu, kita tidak tahu dari mana datangnya.

Begitulah, mereka selalu merasa berdosa. Bahkan, mereka mengaitkan dosanya dengan ujian yang menimpanya. Ibnu Al-Jauzi meriwayatkan dari salah seorang generasi salaf bahwa seseorang memaki dirinya, lalu orang salaf itu menempelkan pipinya ke tanah, sambil berkata, “Ya Allah. Ampunilah dosaku. Karena dosaku, engkau membuat orang ini berkuasa atas diriku.”
Jika mereka tidak dapat melakukan aktivitas ibadah, mereka merasa itu disebabkan dosa yang telah mereka kerjakan. Abu Dawud Al-Hafri berkata, “aku masuk ke rumah Kuez bin Wabira dan mendapatinya menangis. Aku bertanya kepadanya, ‘kenapa Anda menangis?’ Kurz bin Wabirah menjawab, ‘Pintuku tertutup, kehormatanku ternoda, dan tadi malam aku gagal membaca Al-Qur’an seperti biasanya. Itu semua gara-gara satu dosa yang telah aku kerjakan’.”

Manusia yang Paling Hebat Ibadahnya
Orang-orang seperti di atas pantas digelari asy-syahid dan pakar tafsir, Sa’in bin Jubair, sebagai orang-orang yang paling hebat ibadahnya. Ketika ditanya, “Siapa manusia yang paling hebat ibadahnya?” Said bin Jubair menjawab, “Orang yang merasa terluka karena dosa dan jika ia ingat dosanya maka ia memandang kecil amal perbuatannya.”
Itu orang yang hanya mengerjakan satu dosa. Bagaimana dengan orang yang tidak pernah mengerjakan satu pun dosa dan menangisi sebab gagal beramal shalih serta menduga itu disebabkan dosa yang telah dikerjakannya? Bagaimana mungkin dai yang berhati keras dapat disejajarkan dengan mereka? Pantaskah dalam kondisi hati keras itu kita minta kemenangan atas kebatilan?

Renungankanlah……..
READ MORE - Perasaan Merasa Berdosa

Mati-Mati Mengenaskan


Orang-Orang yang Aman dari Penderitaan
Hati yang kosong dari ras takut kepada Allah Ta’ala terancam mati mengenaskan (su’ul khatimah), sebab rasa takut memotivasi orang untuk selalau bertaubat dan membersihkan diri dari semua kotoran yang mungkinh masuk kepadanya saat ia lengah. Juga mendorongnya menambah pundi-pundi amal shalihnya. Sedang orang yang merasa aman dan terlalu bangga dengan perolehan amalnya, maka biasanya ia malas, suka menunda pengerjaan amal shalih, dan wara’-nya minim, sebab sangat mengandalkan ampunan dan maaf Allah Ta’ala. Karena itu, Hatim Al-Aham berkata:

“Barangsiapa hatinya tidak ingat empat bahaya, ia tertipu dan kemungkinan celaka.

Pertama, bahaya Hari Akhirat saat ia berkata, ‘Mereka masuk surga dan aku tidak peduli. Mereka masuk neraka ada aku tidak peduli. ia tidak tahu masuk ke kolompok yang mana.

Kedua, ketiika ia diciptakan di tiga kegegalapan. Saat itu, para malaikat memanggil orang-orang celaka (penghuni neraka) dan orang-orang bahagia (penghuni surga) ia tidak tahu apakah dirinya masuk dalam kelompok orang-orang celaka atau orang-orang bahagia.

Ketiga, saat hari pengumuman status setiap orang. Ia tidak tahu apakah mendapat berita gembira keridhaan Allah kepadanya atau kemurkaan Allah kepadanya.

Keempat, saat manusia muncul secara bergelombang. Ia tidak tahu harus berjalan di jalan kelompok yang mana?”

Ketakuatan Orang-Orang Shalih
Orang-orang shalih tidak merasa “aman” seperti orang-orang diatas. Rasa takut mencabik-cabik hati orang-orang shalih dan membuat mata mereka banjir airmata. Yang paling mereka takuti ialah su’ul khatimah. Sufayan Ats-Tsauri kalut memikirkan status dirinya dan su’ul khatimah. Pada suatu hari, ia menangis, lalu berkata, “Aku takut tertulis di Lauh Mahfudz sebagai penghuni neraka. “Ia menangis lagi, lalu berkata, “Aku takut iman dicabut dariku saat beriman.”
Malik bin Dinar berdiri semalam suntuk dengan memegang jenggotnya sambil berkata:

“Tuhanku, engkau tahu siapa penghuni surga dan siapa penghuni neraka. Kira-kira di manakah tempat Malik bin Dinar kelak?”

Cengkraman Setan pada Manusia
Karena kuatnya rasa takut orang-orang shalih pada su’ul khatimah, setan berusaha mengeluarkan mereka dari Islam pada detik-detik akhir kehidupan mereka. Tapi, Allah Ta’ala membuat mereka tegar, dengan kalimat kokoh (Laa Ilaaha Illallah) dan setan pun gagal menjinakan mereka.
Abdullah bin Ahmad bin Hambal berkata:

“Aku hadir di detik-detik akhir kehidupan ayahku. Aku memegang secarik kain untuk mengikat jenggot ayah. Ayah tak sadarkan diri, lalu siuman. Ia berkata dengan isyarat, “Tidak. Tidak.’ Ayah berbuat seperti berulang kali. Aku berkata kepada ayah, ‘Ayah, apa yang terlihat oleh ayah?’ ayah menjawab, ‘Setan berdiri di sandalku dan menggigit jari-jari kakiku, sambil berkata, Ahmad, engkau telah mengalahkanku.’ Aku katakan kepadanya, ‘Tidak. Tidak,’ hingga aku mati nanti.”

Dikatakan kepada Abu ja’far alias Ahmad Al-Qurthubi di saat-saat terakhir hidupnya, “Katakanlah, ‘Laa ilaaha illallah’.” Abu Ja’far alias Ahmad Al-Qurthubi menjawab, ‘Tidak. Tidak.’ Ketika ia siuman dan hal itu diceritakan kepadanya, ia berkata, ‘Dua setan datang kepadaku. Satu di sebelah kananku dan satu lagi di sebelah kiriku. Salah satu dari dua setan itu berkata kepadaku, ‘Matilah dalam keadaan beragama Yahudi, karena Yahudi agama terbaik.’ Setan satunya berkata, ‘Matilah dalam keadaan memeluk agama Kristen, karena Kristen agama terbaik.’ Aku katakan kepada kedua setan itu, ‘Tidak. Masak ini yang kalian berdua katakan kepadaku?”

Kematian Menyakitkan
Kisah-kisah su’ul khatimah yang didengar dan disaksikan langsung oleh orang-orang shalih membuat mereka semakin takut dan meningkatkan persiapan menghadapi akhirat. Di antara kisah ini ialah kisah yang diriwayatkan Ibnu Rajab dari Abdul Aziz bin Abu Rawad yang berkata, “Aku saksikan seseorang diajari mengucapkan kalimat laa ilaaha illallah, pada akhir kehidupannya. Tapi, ucapannya terakhir malah, ‘Ia mengingkari apa yang Anda katakan.’ Akhirnya, ia meninggal dunia dalam keadaan seperti itu. aku tanya perihal orang itu, lalu mendapat informasi bahwa orang itu pecandu minuman keras. Takutlah dosa, karena dosa itulah yang mencelakakannya.”
Al-Qurthubi meriwayatkan kisah di buku At-Tadzikarah dari Ar-Rabi’ bin Sabrah bin Ma’bad Al-Juhani –ahli ibadah dari Bashrah-berkata:

“Aku bertemu sejumlah orang di Syam dan dikatakan kepada seseorang, ‘Hai di Fulan, ucapkan kalimat laa ilaaha illallah.’ Orang itu menjawab, ‘Minumlah dan beri aku minuman.’ Dikatakan kepada seseorang di Al-Ahwaz, ‘Katakanlah Laa Ilaaha Illallah.’ Orang itu menyahut, ‘Tambah terus.’ Maskudnya, sebelas, dua belas. Semasa hidupnya, kedua orang pegawai itu. ia masih sibuk menghitung dan menimbang di saat-saat terakhir hidupnya.”

Ibnu Al-Qayyim mengisahkan kisah orang-orang yang hendak meninggal dunia di bukunya, Al-Jawab Al-Kafi. Di antara kisah tersebut ialah kisah berikut ini:

“Dikatakan kepada seseorang, ‘Ucapkan laa ilaaha illallah.’ Orang itu menjawab, ‘Aaah. Aku tidak dapat mengucapkannya.’ Dikatakan kepada orang lain, ‘Ucapkan laa ilaaha illallah.’ Orang itu menjawab, ‘Bidak ini dan itu. engkau kalah.’ Usai berkata seperti itu, orang tersebut menghembuskan nafas terakhirnya.”

Dikatakan kepada seseorang, “Ucapkan laa ilaaha illallah.” Orang itu malah menyanyikan lagu, hingga meninggal dunia. Hal yang sama dikatakan kepada orang lain, lalu ia menjawab, “Apa yang Anda katakan tidak banyak bermanfaat bagiku. Tidak ada kemaksiatan yang aku kerjakan.” Usai berkata seperti itu, orang itu meninggal dunia, tanpa mengucapkan laa ilaaha illallah. Ucapan yang sama dikatakan kepada orang lain, lalu ia berkata, “Kalimat itu tidak berguna bagiku. Aku tidak tahu apakah aku pernah shalat karena Allah?” orang itu gagal mengucapkan laa ilaaha illallah. Ucapan yang sama dikatakan kepada orang lain, lalu ia menjawab:

“Sebenarnya, aku ingin sekali mengucapkan kalimat itu. tapi, setiapkali aku hendak mengucapkannya, lidahku terkunci.”

Kita Berdoa minta Ketegaran Kepada Allah
Kisah-kisah di atas mendorong kita mengucapkan berulang-ulang doa yang dulu sering dibaca orang yang dijamin masuk surga, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, seperti diriwayatkan At-Tirmidzi,

“Wahai Dzat yang membolak-balik hati, kokohkan hatiku tetap berada di atas agamamu.” (Diriwayatkan At-Tirmidzi).

Orang yang ingin tegar harus berusaha, sebab Allah Ta’ala tidak merubah kondisi suatu masyarakat, hingga mereka sendiri yang merubah diri mereka.



READ MORE - Mati-Mati Mengenaskan

Hubungan Antara Dosa dan Bencana

Bencana yang datang bertubi-tubi saat ini tentu menjadi renungan buat kita semua, karena itu ada baiknya kita melihat hubungan bencana dengan dosa yang kita lakukan. Hubungan antara dosa dan bencana yang menimpa umat manusia sebagaimana yang diterangkan di dalam Al-Qur’an. Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman dalam Surat Ar-Ruum ayat 41 yang artinya:

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”

Allah juga berfirman dalam Surat An-Nahl ayat 112 yang artinya:

“Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rizkinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah, karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat”.

Seorang ulama’ yang bernama Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu memberi ulasan terhadap kedua ayat tersebut dengan mengatakan:

“Ayat-ayat yang mulia ini memberi pengertian kepada kita bahwa Allah itu Maha Adil dan Maha Bijaksana, Ia tidak akan menurunkan bala’ dan bencana atas suatu kaum kecuali karena perbuatan maksiat dan pelanggaran mereka terhadap perintah-perintah Allah” (silakan baca buku:Jalan Golongan Yang Selamat, 1998:149)

Kebanyakan orang memandang berbagai macam musibah yang menimpa manusia hanya dengan logika berpikir yang bersifat rasional, terlepas dari tuntutan Wahyu Ilahi. Misalnya terjadinya becana alam berupa letusan gunung berapi, banjir, gempa bumi, kekeringan, kelaparan dan lain-lain, dianggap sebagai fenomena kejadian alam yang bisa dijelaskan secara rasional sebab-sebabnya. Demikian dengan krisis yang berkepanjangan, yang menimbulkan berbagai macam dampak negatif dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga masyarakat tidak merasakan kehidupan aman, tenteram dan sejahtera, hanya dilihat dari sudut pandang logika rasional manusia. Sehingga, solusi-solusi yang diberikan tidak mengarah pada penghilangan sebab-sebab utama yang bersifat transendental yaitu kemaksiatan umat manusia kepada Allah Subhannahu wa Ta’ala Sang Pencipta Jagat Raya, yang ditanganNyalah seluruh kebaikan dan kepadaNya lah dikembalikan segala urusan.

Bila umat manusia masih terus menerus menentang perintah-perintah Allah, melanggar larangan-laranganNya, maka bencana demi bencana, serta krisis demi krisis akan datang silih berganti sehingga mereka betul-betul bertaubat kepada Allah.

Marilah kita lihat keadaan di sekitar kita. Berbagai macam praktek kemaksiatan terjadi secara terbuka dan merata di tengah-tengah masyarakat. Perjudian marak dimana-mana, prostitusi demikian juga, narkoba merajalela, pergaulan bebas semakin menjadi-jadi, minuman keras menjadi pemandangan sehari-hari, korupsi dan manipulasi telah menjadi tradisi serta pembunuhan tanpa alasan yang benar telah menjadi berita setiap hari. Pertanyaannya sekarang, mengapa segala kemungkaran ini bisa merajalela di tengah-tengah masyarakat yang mayoritas muslim ini? Jawabannya adalah tidak ditegakkannya kewajiban yang agung dari Allah Subhannahu wa Ta’ala yaitu amar ma’ruf nahi mungkar, secara serius baik oleh individu maupun pemerintah sebagai institusi yang paling bertanggung jawab dan paling mampu untuk memberantas segala macam kemungkaran secara efektif dan efisien. Karena pemerintah memiliki kekuatan dan otoritas untuk melakukan, meskipun kewajiban mengingkari kemungkaran itu merupakan kewajiban setiap individu muslim sebagaimana sabda Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam :

“Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran, hendaklah merubahnya dengan tangannya, bila tidak mampu ubahlah dengan lisannya, bila tidak mampu ubahlah dengan hatinya, dan itulah selemah-lemahnya iman” (Hadits shahih riwayat Muslim)

Namun harus diketahui bahwa memberantas kemungkaran yang sudah merajalela tidak hanya dilakukan oleh individu-individu, karena kurang efektif dan kadang-kadang beresiko tinggi. Sehingga kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar itu bisa dilakukan secara sempurna dan efektif oleh pemerintah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Usman bin Affan Radhiallaahu anhu , khalifah umat Islam yang ketiga:

“Sesungguhnya Allah mencegah dengan sulthan (kekuasaan) apa yang tidak bisa dicegah dengan Al-Qur’an”.

Disamping itu amar ma’ruf nahi mungkar merupakan salah satu tugas utama sebuah pemerintahan, sebagaimana dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah:

“Sesungguhnya kekuasaan mengatur masyarakat adalah kewajiban agama yang paling besar, karena agama tidak dapat tegak tanpa negara. Dan karena Allah mewajibkan menjalankan amar ma’ruf nahi mungkar, menolong orang-orang teraniaya. Begitu pula kewajiban-kewajiban lain seperti jihad, menegakkan keadilan dan penegakan sanksi-sanksi atau perbuatan pidana. Semua ini tidak akan terpenuhi tanpa adanya kekuatan dan pemerintahan” (As Siyasah Asy Syar’iyah, Ibnu Taimiyah: 171-173).

Apabila kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar itu tidak dilaksanakan dengan sebaik-baiknya maka sebagai akibatnya Allah akan menimpakan adzab secara merata baik kepada orang-orang yang melakukan kemungkaran ataupun tidak. Hal ini ditegaskan oleh Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam, dalam sebuah haditst Hasan riwayat Tarmidzi:

“Demi Allah yang diriku berada di tanganNya! Hendaklah kalian memerintahkan kepada yang ma’ruf dan melarang dari yang mungkar atau Allah akan menurunkan siksa kepada kalian, lalu kalian berdo’a namun tidak dikabulkan”.

Demikian pula Allah menegaskan di dalam QS. Al-Maidah ayat: 78-79, bahwa salah satu sebab dilaknatnya suatu bangsa adalah bila bangsa tersebut meninggalkan kewajiban saling melarang perbuatan mungkar yang muncul di kalangan mereka.

“Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa putra Maryam. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas. Mereka satu sama lain tidak melarang perbuatan mungkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka perbuat”

Yang dimaksud laknat adalah dijauhkan dari rahmat Allah Subhannahu wa Ta’ala . Dengan demikian supaya bangsa ini bisa keluar dan terhindar dari berbagai krisis dalam kehidupan di segala bidang dan selamat dari beragam musibah dan bencana, hendaklah seluruh kaum muslimin dan para pemimpin atau penguasa mereka, bertaubat kepada Allah Subhannahu wa Ta’ala dengan memerintahkan kepada yang ma’ruf dan melarang perbuatan-perbuatan mungkar sesuai dengan kemampuan dan kapasitas masing-masing, mentaati Allah Ta’ala dan menjauhi seluruh larangan-larangan dalam seluruh aspek kehidupan.

Bebera kesimpulan yang dapat kita ambil hikmahnya :

Yang pertama: kemaksiatan manusia kepada Allah Rabbul ‘Alamin merupakan penyebab utama terjadinya berbagai musibah yang menimpa umat manusia baik itu berupa bencana alam maupun krisis di berbagai bidang kehidupan.

Yang kedua: satu-satunya jalan untuk terhindar dari segala musibah tersebut dan dapat menikmati kehidupan yang aman, tenteram, damai dan sejahtera adalah dengan mengikuti petunjuk-petunjuk Allah dan RasulNya Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam dalam seluruh aspek kehidupan yang ada dengan penuh ketundukkan, kecintaan dan keikhlasan.

Yang ketiga: bahwa segala do’a dan istighatsah yang dilakukan umat Islam supaya bisa keluar dari segala macam musibah tidak akan dikabulkan oleh Allah kecuali bila kaum muslimin secara sungguh-sungguh memerintahkan kepada yang ma’ruf dan memberantas segala yang mungkar.

Oleh: Muhammad Mukhlis




READ MORE - Hubungan Antara Dosa dan Bencana

Cinta Dunia

Apakah kita termasuk Cinta Dunia yang berlebihan, mungkin ada baiknya kita simak berikut:

Wanita Tua Renta Berwajah Jelek
Al-Ala’ bin Ziyad berkata, “Di mimpiku, aku lihat manusia membuntuti sesuatu, lalu aku ikut membuntutinya. Aku terkejut, ternyata yang mereka buntuti adalah wanita tua renta berwajah buruk dan mengenakan sejumlah pakaian mewah dan perhiasan. Aku bertanya kepada wanita tua itu, ‘Anda siapa?’ Ia menjawab, “Aku dunia.” Aku berkata, ‘aku berdoa kepada Allah, agar menjadikanmu benci padaku.’ Wanita itu menjawab, ‘itu terwujud jika engkau benci uang’.”
Cinta harta pilar atau cinta dunia. Menurut tabiatnya, jiwa cinta harta dan memiliki harta senang hartanya bertambah banyak serta tidak ingin hartanya berkurang. Ini karena ia menduga dirinya pemilik asli harta dan lupa atau dibuat lupa oleh setan bahwa harta itu milik Allah Ta’ala yang diberikan kepada siapa saja yang Dia kehendaki dan Dia mengambilnya dari siapa saja yang Dia kehendaki.
Selain itu, harta merupakan fitnah bagi manusia, kecuali bagi orang-orang yang tahu hakikat harta. Mereka diberi harta oleh Allah Ta’ala, lalu mereka gunakan ke dalam hal-hal positif. Harta ada di genggam tangan mereka, namun tidak menembus hati mereka. Karena itu, mereka dipuji Allah Ta’ala di al-Qur’an,

“Dan barangsiapa dipelihara dari kekikiran dirinya mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Al-Hasyr: 9).

Mereka tidak rela menjadi budak jiwa mereka dan lebih berhasyart menjadi penguasa yang bebas dari tekanan jiwa. Mereka pun memperoleh apa yang mereka idam-idamkan, berhak mendapatkan kesuksesan di dunia dan akhirat.

Tegar Menghadapi Rayuan Harta
Imam Abu Hanifah termasuk orang-orang yang mampu mengalahkan jiwa mereka, tidak ada kekasih selain Allah Ta’ala yang masuk ke hati mereka, dan mereka menolak tunduk kepada selain Dia. Khalifah Al-Mansur memerintahkan Abu Hanifah diberi subsidi sebesar sepulah ribu dirham dan orang yang ditunjuk untuk menjalankan tugas ini adalah Al-Hasan bin Quthubah.
Abu Hanifah sudah merasa uang sebanyak itu dikirim untuknya. Lalu, ia “puasa” tidak bicara dengan siapa pun. Ia seperti tak sadarkan diri. Sesuatu ketika, uang itu tiba dibawa utusan Al-Hasan bin Quhthubah ke rumah Abu Hanifah. Utusan Al-Hasan Quhthubah masuk kerumah Abu Hanifah dengan membawa uang tersebut namun orang-orang berkata, “hari ini, Abu Hanifah tidak bicara sepatah kata pun.” Utusan Al-Hasan bin quhthubah berkata, “Kalau begitu, apa yang mesti aku lakukan?” Orang-orang berkata kepada utusan Al-Hasan bin Quhthubah, “Terserah Anda sendiri.” Lalu, utusan Al-Hasan bin Quhthubah meletakan uang tersebut di salah satu sudut rumah. Uang sepuluh ribu dirham pun berada di tempat itu. ketika Abu Hanifah meninggal dunia, anaknya, Hamad, sedang berpergian. Ketika Hammad datang setelah kematian ayahnya, ia membawa uang sepuluh ribu dirham itu ke rumah Al-Hasan bin Quhthubah. Hammad berkata, “Aku temukan ayahku berwasiat kepada, ‘Jika aku telah dimakamkan, ambillah uang sepuluh dirham di pojok rumah, lalu bawah kepada Al-Hasan bin Quhthubah dan katakan kepadanya, inilah barang yang negkau titipkan kepadaku’.”
Abu Hanifah termasuk orang yang tahu hakikat harta, lalu berinteraksi dengannya berdasarkan pemahaman ini.

Esensi Asset Anda
Al-Hasan Al-Bashri berkata kepada orang-orang yang dibutakan oleh kerakusan dan hati mereka tertutup, lalu tidak tahu hakikat harta dan fitnahnya, serta mengira seluruh hartanya itu milik mereka, “Manusia berkata, ‘Ini hartaku. Ini hartaku.’ Padahal, harta Anda tidak lain apa yang telah Anda makan hingga habis, pakaian yang Anda kenakan hingga rusak, dan apa yang Anda berikan demi mengharapkan pahala kelak.”
Hakikat ini hanya dipahami orang-orang yang jiwa mereka tidak sudi terjerumus ke dalam “bangkai” (dunia), karena mereka terbiasa membawa jiwa mementingkab hal-hal besar. Jiwa mereka menempeldi hati burung hijau yang terbang melayang-layang di atas lahan surga. Dalam pandangan mereka, dunia tidak lebih dari bangkai dan pencari akhirat tidak layak mengarahkan obsesi kepadanya. Inilah yang dikatakan ibnu Al-Qayyim saat berkata, “Dunia adalah bangkai dan siang itu tidak mau menerkam bangkai.”

Kelezatan Dunia
Orang-orang seperti di atas paham betul esensi dunia dan fitnahnya. Karena itu, mereka lebih mengutamakan akhirat daripada dunia. Mereka bandingkan antara ketidaklanggengan dunia dengan keabadian surga beserta kenikmatannya, lalu mereka memilih sesuatu yang abadi daripada sesuatu yang fana. Apa saja yang ada di dunia sifatnya temporer. Kelezatan juga bersifat sementara dan baru diperoleh setelah mengarungi seabrek kelelahan. Hakikat ini dijelaskan Ibnu Al-Jauzi saat berkata, “Di dunia ini, tidak ada orang yang lebih tolol dari orang yang mencari kelezatan dunia. Di dunia ini, sebenarnya tidak ada kelezatan. Yang ada ialah istirahat sejenak setelah penderitaan panjang.”

Semoga kita tidak terlalu berlebihan dalam mencintai dunia yang fana ini.

READ MORE - Cinta Dunia

Mensyukuri Nikmat Allah Ta'ala

Begitu kita bangun pada dini hari, terasa badan jadi bugar, semangat dan tenaga kerja rasanya pulih dan kembali segar, dan ini salah satu karunia nikmat yang kadang tidak banyak direnungkan dan diperhatikan. Bukankah kita telah merasakan nikmatnya tidur sepanjang malam. Sekujur badan terbujur lemas, lena menerawang di alam mimpi, istirahat pulas menikmati tidur karunia Allah yang terakar, dan andaikata rasa kantuk itu tak kunjung tiba, berarti nikmatnya tidur tidak akan kita rasakan, apa yang terjadi? Betapa gelisahnya perasaan ini, badan terasa gerah, ini baru sisi kecil dari kehidupan ummat manusia.

Coba kita simak firman Allah, yakni dalam surah Ibrahim ayat 34, Artinya:

“Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah tidaklah dapat kamu menghinggakannya.”

Walau sesungguhnya kita patut wajib menyadari segala sesuatu yang telah dianugrahkan Allah kepada kita dari berbagai bentuk dan macam nikmat, nah cobalah kita buktikan Firman Allah tersebut di atas.

Marilah kita layangkan pandangan kita ke sekeliling lingkungan, bahwasanya setiap makhluk yang hidup di atas permukaan bumi Allah ini sangat tergantung kepada komponen udara yang telah disediakan oleh Maha Pencipta.
Di dalam udara atau hawa, padanya dijumpai berbagai unsur gas, gas oksigen, nitrogen, hidrogeen, helium, zat lemas, argon, kripton dan gas-gas mulia lainnya yang kecil jumlahnya. Jadi sesungguhnya sama sekali tidak ada pabrik gas, karena manusia tak mampu membuat gas. Yang ada hanyalah pabrik memisah-misahkan gas dengan perbedaan titik didih masing-masing gas.
Dari hasil penyelidikan cerdik pandai bahwa pada udara tersebut ditemui dalam prosentasi unsur-unsur gas yang seimbang sebagaimana yang diperlukan oleh umat manusia dan makhluk-makhluk lainnya.

Salah satu unsur gas yang sangat berpotensi bagi hidup dan kesehatan manusia adalah gas oxygen. Kebutuhan seorang manusia dalam memenuhi kesehatan memerlukan gas oxygen setiap harinya antara 18-20 %. Allah telah mengatur sedemikian rupa dengan pasti bahwa di dalam udara yang kita hirup saat ini persis dalam prosentasi antara 18-20 %. Andai kata lebih tinggi dari prosentase tersebut, maka suhu udara gerah, panas dan akibatnya mudah terpicu timbulnya kebakaran dimana -mana, dan sebaliknya bila jauh di bawah prosentase tersebut maka yang akan terjadi adalah penduduk susah bernafas, tersengal-sengal karena pernafasan kita terganggu oleh zat lemas yang memenuhi lingkungan hidup kita dan besar kemungkinan keluhan akan berkepanjangan seperti yang telah kita alami beberapa waktu lalu merambanya asap dipenjuru Asia. Maha Besar Engkau ya Allah .!

Untuk lebih meyakinkan diri kita, apa yang dikemukakan tadi, patutlah diketahui atau kalau ada yang telah mendalami anggaplah kita mengulang kajian lama, bahwa seorang manusia sehat dewasa dalam keadaan normal, dalam satu menit kurang lebih 20 (Dua Puluh) kali bernapas. Satu kali bernafas udara kurang lebih 2 liter udara ke dalam rongga-rongga pernapasan, ini berarti semenit akan menghirup kurang lebih 40 liter udara. Kalau sehari semalam (24 jam) kita akan mengkonsumsi 57.600 liter udara, atau dengan kata lain kita telah menggunakan gas oxygen murni (100%) sebanyak 20% dari 57.600 liter udara adalah 11.520 liter oxygen murni seharinya.
Berapa besarkah nilai ekonominya?

Saat ini umum dipasarkan satu tabung oxygen harganya Rp. 40.000 yang isinya 6000 liter yang kadar oxygen antara 97-99% berarti nilai tiap liternya adalah 40.000: 6000 adalah kurang lebih Rp. 6.600 per liter.
Ini berarti seseorang manusia sehat cuma-cuma alias gratis telah menghabiskan gas oxygen setiap harinya dengan nilai 11.520 kali Rp. 6.600 sama dengan Rp. 760.000,- kalau sebulan nilainya menjadi Rp. 22.800.000,-
Nah kalau kita ingin lebih mendalaminya lagi seberapa besar nikmat oxygen yang telah kita hirup selama hidup atau pada usia kita saat ini misalnya 40 tahun, 50 tahun atau 60 tahun rata-rata kita semua yang masih hidup, tertuang kepada Allah Subhannahu wa Ta’ala dalam nilai rupiah saat ini di atas 1 milyar, rasanya memang mustahilkah? Tapi kalau tidak percaya boleh hitung sendiri setelah sampai kerumah, begitu besarnya nikmat Allah kepada hambaNya dan masih sebagian kecil nikmat yang baru kita perhatikan.
Oleh karena itu dalam surat Ar-rahman, Allah Subhannahu wa Ta’ala mewanti-wanti kepada hambaNya dengan mengulang-ulang 31 kali peringatan bagi umat manusia dengan firmanNya, Artinya:

“NikmatKu manakah lagi yang kamu dustakan.”

Marilah kita bersama-sama meluangkan waktu merenung sejenak di tengah kesibukan mencari nafkah, (baik offline maupun online) betapa besar karunia Allah kepada diri kita, keluarga kerabat kita, bangsa kita dan hamba Allah pada umumnya.

Sebagaimana yang telah kita ketahui dengan nyata sisi-sisi kecil atas nikmat yang telah kita rasakan bernilai sekian besarnya apalagi dalam mengarungi hidup ini, masih akan mengenyam nikmat-nikmat lainnya berupa nikmat kelapangan rizki, nikmat berkeluarga, nikmat kebahagiaan, nikmat kepuasan hidup dan masih setumpuk nikmat lainnya yang sukar menyebutkannya satu persatu.
Sebagai hasil renungan kita atas nikmat ini tentunya menimbulkan kesadaran dari lubuk hati yang dalam, kemudian dituangkan dalam bentuk kesyukuran, dan kesyukuran ini tidaklah punya arti sama sekali jika hanya dalam bentuk lisan semata.

Mensyukuri karunia Allah harus berupa pengakuan hati kepada kebesaran dan keagungan Allah dalam sikap dan tindakan nyata, berupa membantu hajat hidup orang-orang yang dalam kesempitan, menghibur orang-orang yang dalam kesedihan, orang yang terkena musibah, membantu mereka yang membutuhkan pertolongan, meyantuni anak-anak yatim dan badan-badan amal lainnya. Janganlah berdalih tidak mampu sementara rizki terus mengalir masuk, penuhilah telapak tangan fakir miskin yang sedang mengulas dada tipisnya karena ketiadaan makanan hingga kelaparan berkepanjangan, ceritakanlah, kabarkanlah dan sebarkanlah kepada orang lain betapa nikmat Allah yang telah kita rasakan, ulangilah berkali-kali syukur ini kepada Allah Subhannahu wa Ta’ala.

Realisasi rasa syukur tersebut, bukanlah suatu perbuatan yang sia-sia, tapi dengan demikian akan mempertebal Iman dan Takwa kepada Maha Pencipta, dan yang terpenting kita akan terhindar dari murka dan siksaan Allah seperti FirmanNya dalam surat Al-An’am ayat 46 yang Artinya:

“Katakanlah, terangkanlah kepadaKu jika Allah mencabut pendengaran dan penglihatan kepadamu? Perhatikanlah bagaimana (Kami) berkali-kali memperlihatkan tanda-tanda kebesaran (Kami) kemudian mereka tetap berpaling juga.”

Satu hal lagi yang lebih membesarkan hati kita yakni adanya jaminan Allah Subhannahu wa Ta’ala bagi hambaNya dengan firmanNya dalam surat Ibrahim ayat 7, Artinya:

“Jika kalian bersyukur niscaya Aku tambahkan bagimu beberapa kenikmatan, dan jika kamu sekalian mengingkarinya ingatlah siksaKu sangat pedih.”

Marilah kita memohon kehadirat Allah Subhannahu wa Ta’ala semoga Allah menjauhkan kita dari perbuatan kufur nikmat dan memberikan limpahan karunia agar kita tetap termasuk dalam golongan yang sedikit yakni golongan orang-orang yang tahu mensyukuri nikmatNya.

READ MORE - Mensyukuri Nikmat Allah Ta'ala

Maksiat Penduduk Negeri

Taqwa adalah bekal seorang hamba ketika ia menghadap kepada Sang Pencipta, bekal yang kelak menjadi hujah baginya di hadapan Tuhannya, bahwa kehidupannya dialam dunia telah dipergunakan sebaik-baiknya. Untuk itulah, marilah kita perbaiki dan satukan niat serta tekad, untuk meraih predikat golongan mahluk Allah yang muttaqin yang selalu meninggalkan apa-apa yang dilarang oleh Allah dan RasulNya, untuk dapat mengambil apa-apa yang telah dijanjikan, berupa kehidupan yang baik di dunia dan Surga yang abadi kelak di akhirat.

“Berbekallah dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa”. (Al-baqarah: 197).
“Sesungguhnya orang-orang bertaqwa itu berada dalam Surga (taman-taman) dan (didekat) mata air-mata air yang mengalir”. (Al-Hijr: 45).

Allah ciptakan mahluk dan Allah sertakan bersama mereka nabi-nabi dan rasul-rasul sebagai utusan yang menerangkan dan menjelaskan konsep tatanan hidup selama berada di alam yang serba cepat dan fana ini, Allah turunkan pula kitab-kitab-Nyabersama para utusan-utusan itu, sebagai aturan main di dalam dunia, baik hubungan sesama mahluk, lebih-lebih hubungan mahluk dengan penciptanya. Di antara kitab-kitab yang Allah turunkan ialah Al-Qur’an, mu’jizat nabi mulia yang menjelaskan tuntunan Allah, aturan terakhir penutup para nabi dan rasul.

“Sesungguhnya kami telah pengutusmu (muhammad) dengan kebenaran sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan”. (Al-Baqarah: 119).

Allah turunkan Al-Qur’an untuk menyelesaikan masalah-masalah di antara mereka dan juga untuk mengingatkan mereka akan yaumul mii’aad yaitu hari pembalasan terhadap apa-apa yang telah dilakukan oleh para penghuni alam dunia.

“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur’an agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan”. (An-Nalh: 44).

Akan tetapi di balik semua itu, realita yang terjadi, kita sering dan teramat sering dikejutkan dan dibuat prihatin dengan musibah yang acap kali menimpa negeri ini. Masih terngiang ditelinga kita peristiwa gempa bumi yang terjadi beberapa waktu yang lalu, yang memakan korban manusia dan memaksa mengungsi dari tempat-tempat mereka, banjir yang berulang kali terjadi di beberapa tempat, padahal baru kemarin kita merasakan beratnya kemarau panjang, gunung di beberapa tempat sudah mulai aktif dan memuntahkan isi kandungannya, huru-hara terjadi diberbagai kota diiringi hancurnya tempat-tempat tinggal dan pusat-pusat keramaian dengan kobaran api yang melalap baik materi maupun sosok-sosok jiwa sebagai pelengkapnya, pembantaian yang telah dan terus berlangsung secara biadab terjadi di beberapa tempat dan entah berapa tempat lagi yang akan terjadi di belahan negeri ini, busung lapar anak manusia negeri ini sering kita dengar meskipun katanya kita berada di negeri subur nan tropis, dengan disusul jatuhnya nilai rupiah yang mengakibatkan krisis moneter yang berdampak kemiskinan, pengangguran dan kelaparan masih saja kita rasakan, penyakit-pernyakit aneh dan kotor mulai merebak dan meng-gerogoti penduduk negeri ini dan berbagai musibah yang telah menghadang di hadapan mata, termasuk di dalam hancurnya generasi-generasi muda penerus bangsa ini disebabkan terha-nyut dan tenggelam bersama obat-obat setan yang terlarang.

Apakah adzab telah mengintai negeri ini, sebagaimana yang tersurat di dalam Al-Qur’an surat Ash-Shaffat ayat 25, kaum Nuh yang Allah tenggelamkan dikarenakan mendustakan seorang rasul, atau kaum Tsamud yang disebabkan tak beriman, membusungkan dada dan menantang datangnya adzab, Allah jadikan mereka mayat-mayat yang bergelimpangan dengan gempa yang mengguncang mereka, atau seperti kaum Luth yang dikarenakan perzinaan sesama jenis, homosexsual, Allah hujani mereka dengan batu, atau seperti kaum Madyan yang Allah jadikan mereka mayat-mayat yang bergelimpangan disebabkan curang dalam takaran dan timbangan serta membuat kerusakan dimuka bumi dan menghalangi orang untuk beriman, atau seperti kaum ‘Aad yang disebabkan tidak memurnikan tauhid dan bersujud kepadaNya, Allah kirim kepada mereka angin yang sangat panas yang memusnahkan mereka.
Kaum-kaum terdahulu Allah hancurkan dan luluh lantahkan disebabkan satu dua kemungkaran yang dikepalai kesyirikan, sekarang bagaiman dengan kita, apa yang kita saksikan dan alami sekarang ini, apa yang terjadi ditempat kita, lingkungan kita, dikota kita, dan bahkan di seantero negeri kita?, maksiat terjadi dimana-mana, pergaulan lawan jenis dan perzinaan yang keluar dari norma-norma agama semakin menggila, ditambah lagi media-media masa visual dan non-visual ikut melengkapi ajang syaitan ini dengan dalih seni dan hak-hak manusia, padahal Allah dan RasulNya telah jelas-jelas mengharamkan hal tersebut. Firman Allah:

“Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan jalan yang buruk” (Al-Isra’: 32).

Dan dalam sebuah hadits shahih Rasul bersabda:

“Barangsiapa di antara kalian yang menemui mereka yang melakukan perbuatan kaum Luth (homosexsual) maka bunuhlah kedua pelakunya”. (riwayat Abu dawud dan At-Tirmidzi).

Kemana hak Allah dan RasulNya?. Kecurangan dalam perniagaan yang terjadi pada kaum Madyan pun terjadi sekarang, kecurangan bukan hanya curang dalam timbangan secara zhahir, tetapi penindasan, tipu muslihat, sampai kepada sogok menyogok dan riba pun seakan suatu yang harus dilakukan, kemana firman Allah:

“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang”. (Al-Muthaffifin:1).

Dan Rasulpun melaknat orang yang menyogok dan yang disogok, sebagaimana hadis shahih yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, Abu Daud, Ibnu Majah, dan Imam Ahmad.
Berbagai bentuk perjudian pun digelar, pembunuhan yang tanpa memperhitungkan nilai kemanusiaan dan agama pun terus terjadi silih berganti, padahal Rasul Shalallaahu alaihi wasalam telah memperingatkan untuk meninggalkan tujuh hal yang menghancurkan.

“Jauhilah tujuh hal yang menghancurkan (membina-sakan)”. Bertanya para sahabat, apa itu yang Rasulullah?, bersabda beliau: “Syirik (menyekutukan Allah), membunuh jiwa yang Allah haramkan, kecuali yang dibenarkan syari’at, sihir (tenung dan santet), memakan riba, memakan (menyelewengkan) harta anak yatim, lari dari pertempuran (karena takut), menuduh wanita baik-baik berzina”. (Ash-Shahihain).

Akan tetapi semua ini berlaku, perbuatan syirik yang merupakan biang malapetaka dunia dan akhirat kini seolah telah menjadi sesuatu kebutuhan, berapa banyak kita dapati media masa yang menjajakan kesyirikan, ulama-ulama sesat menyeru umat kepada perbuatan syirik dengan membungkus sedemikian rupa untuk menipu umat, dan kini mereka telah menancapkan kaki-kaki mereka.

Segala sesuatunya kini telah terbalik, yang hak dikatakan dan dianggap batil, yang batil dipertahankan, dan tidak malu-malu di hadapan yang hak. Siapakah yang bertanggung jawab akan hal ini?, yang jelas kita semua bertanggung jawab, kita sebagai umara’, ulama maupun pribadi-pribadi muslim.

“Jikalau sekiranya penduduk-penduduk negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami limpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”. (Al-A’raf: 96).

Islam adalah satu-satunya ajaran yang menjamin ketenteraman dan kesejahteraan hidup, tidak saja di dunia, tetapi bahkan di akhirat, sebab ajaran ini adalah ajaran dari Dzat yang maha memberikan jaminan bagi kebutuhan insan.

Untuk menyelamatkan negeri dan umat ini tidak lain adalah kita kembali memurnikan dan menegakkan ajaran Allah pencipta kita, ketika umat semakin jauh dari ajarannya semakin gencar pula azab yang akan diterima dan ditimpahkan, oleh karena itu ada baiknya kita menilik kembali perkataan Syaikh Ali Hasan Al-Atsari bahwa tidak ada jalan lain dalam mengembalikan umat dan memperbaiki umat ini kecuali dengan tashfiyah dan tarbiyah sebagaimana yang disebutkan di dalam kitabnya “At-Tashfiah wat Tarbiyah”, “Bahwa kondisi yang buruk yang menimpa kaum muslimin dewasa ini adalah akibat terlalu jauhnya mereka dari kitab Allah dan sunnah RasulNya “. Kenapa hal itu bisa terjadi, Syaikh Abdurrahman Ibnu Yahya Al-Muallimi Al-Yamani tokoh ulama salaf abad XIV H yang dinukil dalam buku At-Tashfiah wat Tarbiyah hal 19-20 bahwa:

Hal itu terpulang pada tiga persoalan:

1. Tercampurnya ajaran yang bukan dari Islam dengan ajaran Islam.
2. Lemahnya kepercayaan orang akan apa yang menjadi ajaran Islam.
3. Tidak adanya pengamalan (penerapan) terhadap hukum-hukum Islam.

Syaikh Ali Hasan Al-Atsari melanjutkan dalam kitabnya bahwa ada tiga hal pokok yang mendasar dalam mengatur sistem tarbiyah (pembinaan) yang merupakan rangkaian dari tashfiyah.

1. Menitik beratkan pada kebangkitan aqidah tauhid dan pembersihan dari segala bentuk bid’ah dan penyelewengan-penyelewengannya.

2. Barometer semua pembinaan adalah Al-Qur’an dan As-Sunah. Dengan praktek-praktek yang diterapkan para salafus shalih dan ulama-ulama rabbani yang mengakar pemahamannya terhadap Al-Qur’an dan As-Sunah.

3. Bahwa tarbiyah haruslah menyangkut pengarahan umum yang erat hubungannya dengan kehidupan sehari-hari, seperti keyakinan, norma-norma, adat-adat, tradisi, kegiatan kantor, politik, sosial dan seterusnya (At-Tashfiah wat Tarbiyah hal. 101).

Yang terakhir, Apakah keadaan dan kenyataan yang menimpa kita selama ini tidak menjadikan kita berfikir dan berbenah diri untuk hidup yang akan datang, kehidupan abadi yang menentukan sengsara atau bahagia.

“Maka apakah penduduk negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari di waktu mereka sedang tidur”. (Al-A’raf: 97).

“Maka apakah mereka merasa aman dari adzab Allah (yang tidak terduga-duga)? Tidaklah merasa aman dari adzab Allah kecuali orang-orang yang merugi”. (Al-A’raf: 99).

READ MORE - Maksiat Penduduk Negeri

Hakikatul Islam

Hakikat manusia - menurut Allah selaku Khaliq: Manusia adalah makhluq, dimuliakan, diberikan beban, bebas memilih dan bertanggung jawab. Manusia sebagai makhluq bersifat fitrah: lemah, bodoh dan faqir.
Manusia diberikan kemuliaan karena mamiliki ruh, keistimewaan dan ditundukkannya alam baginya. Manusia juga dibebankan Allah swt untuk beribadah dan menjalankan peranan sebagai khalifah di bumi yang mengatur alam dan seisinya.
Manusia pada hakikatnya diberikan kesempatan memilih antara beriman atau kafir, tidak seperti makhluq lainnya yang hanya ada satu pilihan saja yaitu hanya berislam. Manusia bertanggung jawab atas pelaksanaan beban yang diberikan baginya berupa: surga bagi yang beramal islami atau neraka bagi yang tidak beramal islami.

READ MORE - Hakikatul Islam

Bentuk-bentuk Penyesalan Pada Hari Kiamat

Dua Nikmat Berharga:

Al-Bukhari meriwayatkan di Shahih-nya sabda Rasulullah Shallallahu Alaihis wa Sallam:
“Ada dua nikmat, di mana banyak orang mengalami kerugiaan karena keduanya. Yaitu kesehatan dan waktu luang.” (Diriwayatkan Al-Bukhari).

Ibnu baththal berkata, “Makna hadits di atas ialah orang punya waktu luang jika ia berbadan sehat. Jika seseorang punya waktu luang dan badan sehat, hendaklah oa berusaha sebisa mungkin tidak rugi, dalam bentuk tidak bersyukur kepada Allah atas nikmat yang diberikan kepadanya. Di antara bentuk syukur yang harus ia lakukan oalah mengerjakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi seluruh larangan-Nya. Barangsiapa tidak mengerjakan hal ini, ia orang rugi.”

Ibnu Al-Jauzi berkata, “Adakalahnya orang itu sehat, tapi tidak punya waktu luang, sebab sibuk kerja. Juga adakalahnya seseorang punya waktu luang, tapi tidak sehat. Jika seseorang punya waktu luang dan berbadan sehat, tapi malas melakukan ketaatan kepada Allah, ia orang rugi. Dunia itu ladang akhirat dan di dalamnya terdapat bisnis yang keuntungannya terlihat di akhirat. Barangsiapa menggunakan kesehatan dan waktu luangnya, ia orang yang patut ditiru. Dan, barangsiapa menggunakan keduanya dalam maksiat kepada Allah, ia orang rugi.”

Bentuk Penyesalan Pertama: “KIAMAT KECIL”

Kiamat kecil yang dialami manusia ialah kematian. Seseorang mulai menyesal ketika detik-detik akhir usianya dan menyakini nyawanya tidak lama lagi keluar dari tubuhnya. Allah Ta’ala berfirman,

“Dan dia yakin sesungguhnya itulah waktu perpisahan (dengan dunia). Dan bertaut betis (kiri) dengan betis (kanan). Kepada Tuhanmulah pada hari itu kamu dihalau.” (Al-Qiyamah: 28-29).

Saat itu, ia ingat ribuan jam yang tidak ia gunakan untuk taat kepada Allah Ta’ala dan ia berharap dikembalikan ke dunia untuk beramal shalih. Allah Ta’ala berfirman:

“Hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, ia berkata, ‘Tuhanku, kembalikan aku (Ke dunia), agar aku berbuat amal shalih terhadap yang telah aku tinggalkan’.” (Al-Mukminun: 99).

Itulah impian pertama seseorang. Ia berharap diberi kesempatan kembali ke dunia untuk beramal shalih. Ia lupa dirinya sekarang bicara dengan Dzat Yang Mengetahui seluruh hal ghaib, mata yang berkhianat, dan apa yang dirahasiakan hati. Allah Ta’ala sudah tahu kebohongannya. Andai ia dikembalikan ke dunia, ia pasti bermaksiat lagi dan malas mengerjakan kebaikan. Karena itu, permintaannya dijawab dengan jawaban tegas yang memupus seluruh harapan dan pertanyaan tipuan yang digunakan untuk lari dari siksa kubur.
Allah Ta’ala berfirman:

“Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu perkataan yang diucapkan saja dan di depan mereka ada dinding sampai hati mereka dibangkitkan.” (Al-Mukminun: 100)

Bentuk Penyesalan Kedua: “GIGIT TANGAN”

Penyesalan sepeti ini terjadi ketika seseorang akhirat melihat sahabat karibnya menyelamatkan dirinya dan tidak berdaya membelanya di sisi Allah Ta’ala. Saat-saat kongkow-kongkow, canda tawa, begadang, pesta pora di meja judi dan minuman keras; itu semuanya tidak dapat menyelamatkannya dari kondisi yang ia hadapi sekarang. Ia lihat penghuni neraka yang paling ringan siksanya ialah orang yang dua batu diletakkan di atas tapak kakinya, lalu otaknya mendidih. Di riwayat lain disebutkan,
“penghuni neraka tersebut punya dua sandal dan dua tali sandal dari neraka, lalu otak mendidih, seperti periuk mendidih. Penghuni neraka itu mengira tidak ada orang yang lebih berat siksanya daripada dirinya. Padahal, ia penghuni neraka yang paling ringan siksanya”. (Diriwayatkan Al-Bukhari).

Saat itulah…,

“Orang dzalim mengigit dua tangannya sambil berkata, ‘Kecelakaan besar bagiku. Kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si fulan teman akrab. Sesungguhnya ia telah menyesatkanku dari Al Qur’an ketika Al-Qur’an datang kepadaku. Dan setan itu tidak mau menolong manusia.” (Al-Kahfi: 49).

Ia lupa atau pura-pura lupa kalau ia diikuti dua malaikat yang mencatat kemaksiatan dan kebaikan seberat atom pun. Ia menyesal dan berharap tidak diberi buku catatan amal perbuatannya dan tidak tahu hari perhitungan. Ia berharap mati saja daripada melihat siksa yang sudah menanti. Ia pun ingat, ternyata harta, jabatan, dan kekuasaan, yang ia kira bermanfaat baginya di akhirat hingga membuat buta tidak melihat kebenaran, pembela-pembelanya, hanyut dalam kesesatan dan kemaksiatan itu sama sekali tidak berguna baginya sekarang, ia tahu betul yang bisa menyelamatkannya pada saat-saat seperti ini hanyalah amal shalih dan rahmat Allaah Ta’ala. Allah mengisahkan kisah orang seperti itu,

“Adapun orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kirinya, ia berkata, ‘Wahai alangkah baiknya kiranya tidak diberikan kepadaku kitabku (ini). Dan aku tidak mengetahui apa hisab terhadap diriku. Wahai kiranya kematian itulah yang menyelesaikan segala sesuatu. Hartaku sekali-kali tidak memberi manfaat kepadaku. Kekuasaanku telah hilang dariku’.” (Al-Haqqah: 25-29).

Bahkan, ia berharap menjadi tanah yang diinjak kaki dan tidak disiksa dengan siksa dengan siksa akhirat. Ia berkata:

“Alangkah baiknya sekiranya aku dulu tanah.” (An-Naba’: 40)

Di dunia, ia dulu ingin hidup selama mungkin. Sekarang, di akhirat, kita lihat dia ingin mati saja.

Bentuk-bentuk penyesalan hari itu beragam. Setiap kali pelaku maksiat melihat salah satu bentuk siksa, ia ingat waktu yang dulu ia sia-siakan, tidak menggunakannya untuk taat kepada Allah Ta’ala, dan merealisir tujuan penciptaan dirinya, yaitu beribadah kepada-Nya.

Bentuk Penyesalan Ketiga: “KETIKA NERAKA DI DATANGKAN”

Rasulullah Shallallahu Alihis wa Sallam bersabda:

“Ketika itu, neraka, yang punya tujuh puluh ribu penahan, didatangkan. Di setiap penahan ada tujuh puluh ribu malaikat yang menariknya.” (Diriwayatkan Muslim)

Ketika pelaku maksiat melihat neraka sebesar seperti itu, ditarik 4.900.000.000 malaikat, lidah besar menjulur panjang, leher yang punya mata, seperti disebutkan di hadits, yang diriwayatkan At-Tirmidzi,

“Pada hari Kiamat, leher keluar dari neraka. Leher itu punya dua mata yang bisa melihat, dua telinga yang dapat mendengar, dan lidah yang mampu bicara. Lidah leher itu berkata, ‘Aku mewakili tiga jenis manusia: orang yang menjadikan Tuhan selain Allah, orang sombong sekaligus bandel, dan para penggambar’.” (Diriwayatkan At-Tirmidzi).

Ia dengar kemarahan dan hembusan nafas neraka saat berteriak dengan teriakan menakutkan, “Apakah masih ada tambahan orang untukku? Apakah masih ada tambahan orang untukku?” ketika itulah, pelaku maksiat ingat saat-saat maksiat, malas, menunda amal shalih, menipu Allah Ta’ala dengan taubat palsunya, dan waktu-waktu lain yang hilang sia-sia. Tapi, nostalgia semuanya itu tidak ada gunanya. Allah Ta’ala berfirman:

“Tapi, tidak berguna lagi mengingat itu baginya.” (Al-Fajr: 23).

Ia berkata dengan penuh sesal,

“Alangkah baik kiranya aku dulu mengerjakan (amal shalih) untuk hidupku ini.” (Al-Fajr: 24).

Sayyid Quthb Rahimahullah berkata, “Kesempatan telah berlalu. Allah Ta’ala berfirman, ‘Tapi tidak berguna lagi mengingat itu baginya.’ Peringatan sudah berlalu dan tidak berguna lagi di sini, akhirat, bagi siapa pun. Ucapan orang kafir itu refleksi kesedihan atas hilangnya kesempatan di negeri amal, dunia. Ketika fakta ini terlihat, ‘Dia mengatakan, ‘Alangkah baik kiranya aku dulu mengerjakan )amal shalih) untuk hidupku ini.’ Terlihat ada kesedihan mendalam di balik harapan dan itulah kondisi paling menyakitkan yang dirasakan seseorang di akhirat.”

Itulah bentuk penyesalan paling mengenaskan yang dialami manusia dan mereka tidak punya harapan untuk bisa memperbaiki kesalahan yang telah terjadi.

Bentuk Penyesalan Keempat: “KETIKA BERDIRI DI NERAKA”

Allah Ta’ala berfirman:

“Dan jika kamu (Muhammad) melihat ketika mereka dihadapkan ke neraka, lalu mereka berkata, ‘Kiranya kami dikembalikan (ke dunia) dan tidak mendustakan ayat-ayat Tuhan kami, serta menjadi orang-orang yang beriman’.” (Al-An’am: 27)

Ibnu Katsir Rahimahullah berkata, “Allah Ta’ala mengungkap kondisi orang-orang kafir saat mereka berdiri di neraka pada Hari Kiamat, menyaksikan belenggu dan rantai di dalamnya, serta melihat dengan mata kepala mereka sendiri hal-hal dahsyat. Saat itulah, mereka berkata: ‘Duhai, betapa celakanya kita’.”

Sungguh aneh, orang-orang kafir berkata saat berharap, “Dan kami menjadi orng-orang beriman.” Padahal, mereka dulu memerangi para dai kejalan Allah Ta’ala, kalimat tauhid, dan melecehkan siapa saja mengajak kepadanya. Kenapa kini, di akhirat, mereka berharap ingin menjadi orang-orang beriman? Kenapa itu baru terlontar sekarang dan tidak di dunia dulu? Itulah kemunafikan yang tetap menempel pada mereka, kendati mereka berdiri didepan neraka menyaksikan kedasyatannya. Mereka kira jiwa mereka tidak diketahui Allah a’ala dan dapat ngerjain Dia. Karena itu, mereka membuat trik dengan berbohong dan seluruh argumentasi kuat, agar selamat daru suksa yang pasti ini. Ini sungguh aneh penyesalan yang serat dengan penipuan atau penipuan yang penuh dengan penyesalan. Kedua hal itu menjijikkan.

Bentuk Penyesalan Kelima: “SETELAH DILEMPAR KE NERAKA”

Allah Ta’ala berfirman:

“Pada hari ketika muka mereka ditolak-balik dineraka, mereka berkata, ‘Alangkah baiknya, andai kami taat kepada Allah dan taat kepada Rasul.’ Dan mereka berkata, ‘Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mentaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu meraka menyesatkan kami dari jalan (yang benar). Ya Tuhan kami, timpahkan kami kepada mereka adzab dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan besar.” (Al-Ahzab: 66-68)

Ibnu Katsir Rahimahullah berkata, “Maksudnya, mereka diseret ke neraka dengan kepala terbalik dan wajah mereka dibola-balik di Neraka Jahanam. Mereka berharap andai mereka dikembalikan kedunia, mereka akan bersama orang-orang yang taat kepada Allah dan Rasul.”

Sekarang mereka baru tahu, ternyata jalan yang dulu merekah tempuh itu jalan salah, sebab mereka mengikuti para pemimpin dan tokoh-tokoh mereka, yang berjalan di jalan setan. Sekarang, mereka berani mengutuk pemimpin-pemimpin mereka dan bicara kepada mereka dengan bahasa lantang, setelah sebelumnya di dunia mereka hidup sebagai pengecut, hina, tidak berani mengatakan kebenaran, dan tidak punya nyali menolak kemungkaran. Setelah mereka dilempar ke neraka dan merasakan siksanya, perasaan mereka yang tadinya membeku itu hidup kembali dan mereka menyesal kenapa tidak mengikuti jalan Allah Ta’ala dan Rasul-Nya. Tapi, waktu itu sudah tidak ada lagi.BENTUK-BENTUK PENYESALAN PADA HARI KIAMAT
Posted by caksub in Wednesday, August 22nd 2007
Topics: Renungan Buat Kita

Dua Nikmat Berharga:

Al-Bukhari meriwayatkan di Shahih-nya sabda Rasulullah Shallallahu Alaihis wa Sallam:
“Ada dua nikmat, di mana banyak orang mengalami kerugiaan karena keduanya. Yaitu kesehatan dan waktu luang.” (Diriwayatkan Al-Bukhari).

Ibnu baththal berkata, “Makna hadits di atas ialah orang punya waktu luang jika ia berbadan sehat. Jika seseorang punya waktu luang dan badan sehat, hendaklah oa berusaha sebisa mungkin tidak rugi, dalam bentuk tidak bersyukur kepada Allah atas nikmat yang diberikan kepadanya. Di antara bentuk syukur yang harus ia lakukan oalah mengerjakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi seluruh larangan-Nya. Barangsiapa tidak mengerjakan hal ini, ia orang rugi.”

Ibnu Al-Jauzi berkata, “Adakalahnya orang itu sehat, tapi tidak punya waktu luang, sebab sibuk kerja. Juga adakalahnya seseorang punya waktu luang, tapi tidak sehat. Jika seseorang punya waktu luang dan berbadan sehat, tapi malas melakukan ketaatan kepada Allah, ia orang rugi. Dunia itu ladang akhirat dan di dalamnya terdapat bisnis yang keuntungannya terlihat di akhirat. Barangsiapa menggunakan kesehatan dan waktu luangnya, ia orang yang patut ditiru. Dan, barangsiapa menggunakan keduanya dalam maksiat kepada Allah, ia orang rugi.”

Bentuk Penyesalan Pertama: “KIAMAT KECIL”

Kiamat kecil yang dialami manusia ialah kematian. Seseorang mulai menyesal ketika detik-detik akhir usianya dan menyakini nyawanya tidak lama lagi keluar dari tubuhnya. Allah Ta’ala berfirman,

“Dan dia yakin sesungguhnya itulah waktu perpisahan (dengan dunia). Dan bertaut betis (kiri) dengan betis (kanan). Kepada Tuhanmulah pada hari itu kamu dihalau.” (Al-Qiyamah: 28-29).

Saat itu, ia ingat ribuan jam yang tidak ia gunakan untuk taat kepada Allah Ta’ala dan ia berharap dikembalikan ke dunia untuk beramal shalih. Allah Ta’ala berfirman:

“Hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, ia berkata, ‘Tuhanku, kembalikan aku (Ke dunia), agar aku berbuat amal shalih terhadap yang telah aku tinggalkan’.” (Al-Mukminun: 99).

Itulah impian pertama seseorang. Ia berharap diberi kesempatan kembali ke dunia untuk beramal shalih. Ia lupa dirinya sekarang bicara dengan Dzat Yang Mengetahui seluruh hal ghaib, mata yang berkhianat, dan apa yang dirahasiakan hati. Allah Ta’ala sudah tahu kebohongannya. Andai ia dikembalikan ke dunia, ia pasti bermaksiat lagi dan malas mengerjakan kebaikan. Karena itu, permintaannya dijawab dengan jawaban tegas yang memupus seluruh harapan dan pertanyaan tipuan yang digunakan untuk lari dari siksa kubur.
Allah Ta’ala berfirman:

“Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu perkataan yang diucapkan saja dan di depan mereka ada dinding sampai hati mereka dibangkitkan.” (Al-Mukminun: 100)

Bentuk Penyesalan Kedua: “GIGIT TANGAN”

Penyesalan sepeti ini terjadi ketika seseorang akhirat melihat sahabat karibnya menyelamatkan dirinya dan tidak berdaya membelanya di sisi Allah Ta’ala. Saat-saat kongkow-kongkow, canda tawa, begadang, pesta pora di meja judi dan minuman keras; itu semuanya tidak dapat menyelamatkannya dari kondisi yang ia hadapi sekarang. Ia lihat penghuni neraka yang paling ringan siksanya ialah orang yang dua batu diletakkan di atas tapak kakinya, lalu otaknya mendidih. Di riwayat lain disebutkan,
“penghuni neraka tersebut punya dua sandal dan dua tali sandal dari neraka, lalu otak mendidih, seperti periuk mendidih. Penghuni neraka itu mengira tidak ada orang yang lebih berat siksanya daripada dirinya. Padahal, ia penghuni neraka yang paling ringan siksanya”. (Diriwayatkan Al-Bukhari).

Saat itulah…,

“Orang dzalim mengigit dua tangannya sambil berkata, ‘Kecelakaan besar bagiku. Kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si fulan teman akrab. Sesungguhnya ia telah menyesatkanku dari Al Qur’an ketika Al-Qur’an datang kepadaku. Dan setan itu tidak mau menolong manusia.” (Al-Kahfi: 49).

Ia lupa atau pura-pura lupa kalau ia diikuti dua malaikat yang mencatat kemaksiatan dan kebaikan seberat atom pun. Ia menyesal dan berharap tidak diberi buku catatan amal perbuatannya dan tidak tahu hari perhitungan. Ia berharap mati saja daripada melihat siksa yang sudah menanti. Ia pun ingat, ternyata harta, jabatan, dan kekuasaan, yang ia kira bermanfaat baginya di akhirat hingga membuat buta tidak melihat kebenaran, pembela-pembelanya, hanyut dalam kesesatan dan kemaksiatan itu sama sekali tidak berguna baginya sekarang, ia tahu betul yang bisa menyelamatkannya pada saat-saat seperti ini hanyalah amal shalih dan rahmat Allaah Ta’ala. Allah mengisahkan kisah orang seperti itu,

“Adapun orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kirinya, ia berkata, ‘Wahai alangkah baiknya kiranya tidak diberikan kepadaku kitabku (ini). Dan aku tidak mengetahui apa hisab terhadap diriku. Wahai kiranya kematian itulah yang menyelesaikan segala sesuatu. Hartaku sekali-kali tidak memberi manfaat kepadaku. Kekuasaanku telah hilang dariku’.” (Al-Haqqah: 25-29).

Bahkan, ia berharap menjadi tanah yang diinjak kaki dan tidak disiksa dengan siksa dengan siksa akhirat. Ia berkata:

“Alangkah baiknya sekiranya aku dulu tanah.” (An-Naba’: 40)

Di dunia, ia dulu ingin hidup selama mungkin. Sekarang, di akhirat, kita lihat dia ingin mati saja.

Bentuk-bentuk penyesalan hari itu beragam. Setiap kali pelaku maksiat melihat salah satu bentuk siksa, ia ingat waktu yang dulu ia sia-siakan, tidak menggunakannya untuk taat kepada Allah Ta’ala, dan merealisir tujuan penciptaan dirinya, yaitu beribadah kepada-Nya.

Bentuk Penyesalan Ketiga: “KETIKA NERAKA DI DATANGKAN”

Rasulullah Shallallahu Alihis wa Sallam bersabda:

“Ketika itu, neraka, yang punya tujuh puluh ribu penahan, didatangkan. Di setiap penahan ada tujuh puluh ribu malaikat yang menariknya.” (Diriwayatkan Muslim)

Ketika pelaku maksiat melihat neraka sebesar seperti itu, ditarik 4.900.000.000 malaikat, lidah besar menjulur panjang, leher yang punya mata, seperti disebutkan di hadits, yang diriwayatkan At-Tirmidzi,

“Pada hari Kiamat, leher keluar dari neraka. Leher itu punya dua mata yang bisa melihat, dua telinga yang dapat mendengar, dan lidah yang mampu bicara. Lidah leher itu berkata, ‘Aku mewakili tiga jenis manusia: orang yang menjadikan Tuhan selain Allah, orang sombong sekaligus bandel, dan para penggambar’.” (Diriwayatkan At-Tirmidzi).

Ia dengar kemarahan dan hembusan nafas neraka saat berteriak dengan teriakan menakutkan, “Apakah masih ada tambahan orang untukku? Apakah masih ada tambahan orang untukku?” ketika itulah, pelaku maksiat ingat saat-saat maksiat, malas, menunda amal shalih, menipu Allah Ta’ala dengan taubat palsunya, dan waktu-waktu lain yang hilang sia-sia. Tapi, nostalgia semuanya itu tidak ada gunanya. Allah Ta’ala berfirman:

“Tapi, tidak berguna lagi mengingat itu baginya.” (Al-Fajr: 23).

Ia berkata dengan penuh sesal,

“Alangkah baik kiranya aku dulu mengerjakan (amal shalih) untuk hidupku ini.” (Al-Fajr: 24).

Sayyid Quthb Rahimahullah berkata, “Kesempatan telah berlalu. Allah Ta’ala berfirman, ‘Tapi tidak berguna lagi mengingat itu baginya.’ Peringatan sudah berlalu dan tidak berguna lagi di sini, akhirat, bagi siapa pun. Ucapan orang kafir itu refleksi kesedihan atas hilangnya kesempatan di negeri amal, dunia. Ketika fakta ini terlihat, ‘Dia mengatakan, ‘Alangkah baik kiranya aku dulu mengerjakan )amal shalih) untuk hidupku ini.’ Terlihat ada kesedihan mendalam di balik harapan dan itulah kondisi paling menyakitkan yang dirasakan seseorang di akhirat.”

Itulah bentuk penyesalan paling mengenaskan yang dialami manusia dan mereka tidak punya harapan untuk bisa memperbaiki kesalahan yang telah terjadi.

Bentuk Penyesalan Keempat: “KETIKA BERDIRI DI NERAKA”

Allah Ta’ala berfirman:

“Dan jika kamu (Muhammad) melihat ketika mereka dihadapkan ke neraka, lalu mereka berkata, ‘Kiranya kami dikembalikan (ke dunia) dan tidak mendustakan ayat-ayat Tuhan kami, serta menjadi orang-orang yang beriman’.” (Al-An’am: 27)

Ibnu Katsir Rahimahullah berkata, “Allah Ta’ala mengungkap kondisi orang-orang kafir saat mereka berdiri di neraka pada Hari Kiamat, menyaksikan belenggu dan rantai di dalamnya, serta melihat dengan mata kepala mereka sendiri hal-hal dahsyat. Saat itulah, mereka berkata: ‘Duhai, betapa celakanya kita’.”

Sungguh aneh, orang-orang kafir berkata saat berharap, “Dan kami menjadi orng-orang beriman.” Padahal, mereka dulu memerangi para dai kejalan Allah Ta’ala, kalimat tauhid, dan melecehkan siapa saja mengajak kepadanya. Kenapa kini, di akhirat, mereka berharap ingin menjadi orang-orang beriman? Kenapa itu baru terlontar sekarang dan tidak di dunia dulu? Itulah kemunafikan yang tetap menempel pada mereka, kendati mereka berdiri didepan neraka menyaksikan kedasyatannya. Mereka kira jiwa mereka tidak diketahui Allah a’ala dan dapat ngerjain Dia. Karena itu, mereka membuat trik dengan berbohong dan seluruh argumentasi kuat, agar selamat daru suksa yang pasti ini. Ini sungguh aneh penyesalan yang serat dengan penipuan atau penipuan yang penuh dengan penyesalan. Kedua hal itu menjijikkan.

Bentuk Penyesalan Kelima: “SETELAH DILEMPAR KE NERAKA”

Allah Ta’ala berfirman:

“Pada hari ketika muka mereka ditolak-balik dineraka, mereka berkata, ‘Alangkah baiknya, andai kami taat kepada Allah dan taat kepada Rasul.’ Dan mereka berkata, ‘Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mentaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu meraka menyesatkan kami dari jalan (yang benar). Ya Tuhan kami, timpahkan kami kepada mereka adzab dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan besar.” (Al-Ahzab: 66-68)

Ibnu Katsir Rahimahullah berkata, “Maksudnya, mereka diseret ke neraka dengan kepala terbalik dan wajah mereka dibola-balik di Neraka Jahanam. Mereka berharap andai mereka dikembalikan kedunia, mereka akan bersama orang-orang yang taat kepada Allah dan Rasul.”

Sekarang mereka baru tahu, ternyata jalan yang dulu merekah tempuh itu jalan salah, sebab mereka mengikuti para pemimpin dan tokoh-tokoh mereka, yang berjalan di jalan setan. Sekarang, mereka berani mengutuk pemimpin-pemimpin mereka dan bicara kepada mereka dengan bahasa lantang, setelah sebelumnya di dunia mereka hidup sebagai pengecut, hina, tidak berani mengatakan kebenaran, dan tidak punya nyali menolak kemungkaran. Setelah mereka dilempar ke neraka dan merasakan siksanya, perasaan mereka yang tadinya membeku itu hidup kembali dan mereka menyesal kenapa tidak mengikuti jalan Allah Ta’ala dan Rasul-Nya. Tapi, waktu itu sudah tidak ada lagi.




READ MORE - Bentuk-bentuk Penyesalan Pada Hari Kiamat

Membuka Pintu Rizki Yang Barokah

Diantara buah-buah iman bagi kaum Mukminin antara lain adalah:
Pertama, taqwa itu sendiri, menjaga diri dari dosa, ancaman siksa, bahaya dan membuka pintu rizki karena Allah berfirman (QS; Ath Thalaq : 2-3) yang Artinya:

“Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengada-kan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu”.

Yang kedua, iman membuahkan pula taubat dan istighfar; yang akan menebar rizki untuk kita sekalian.
Amiril Mukminin Umar dalam beristisqa’ atau memohon rizki, hanyalah dengan istighfar (Ruhul Maani, 29/72-73)
Rasulullah bersabda:

“Barang siapa yang memperbanyak istighfar (mohon ampun kepada Allah) niscaya Allah menjadikan untuk setiap kesedihan jalan keluar, untuk setiap kesempitannya kelapangan dan Allah akan memberikan rizki (yang halal) dari arah yang tidak disangka-sangka “(HR. Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah)

Allah menegaskan pula dalam (QS: Hud: 3) yang Artinya:

“Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Rabbmu dan bertaubat kepadaNya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus-menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Aku takut kamu akan ditimpa siksa hari kiamat“.

Itulah taubat yang menyesali dan menghentikan dosa dan maksiat kemudian menggantikannya dengan amal shalih dan keridhaan sesama.

Ketiga: Iman membuahkan TAWAKKAL, yaitu berusaha dengan disertai sikap menyandarkan diri hanya kepada Allah yang memberikan kesehatan, rizki, manfaat, bahaya, kekayaan, kemiskinan, hidup dan kematian serta segala yang ada, tawakkal ini akan membukakan rizki dari Allah, sebagaimana janjinya dalam QS: 65 At-Thalaq: 3):

“Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya”.

Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam memberikan contoh tentang bertawakkal yang sesungguhnya dengan bersabda:

“Sungguh seandainya kalian bertawakkal kepada Allah sebenar-benar tawakal niscaya kalian akan diberikan rizki sebagai-mana rizki-rizki burung-burung, mereka berangkat pergi dalam keadaan lapar, dan pulang sore hari dalam keadaan kenyang” (HR. Timidzi No. 2344).

Keempat: Iman dan taqwa membuahkan taqarrub yang berupa rajin mengabdi bahkan sepenuhnya mengabdi beribadah kepada Allah lahir bathin khusu dan khudhu.
Beribadah yang sepenuhnya akan dapat membuka rizki Allah. Sebagaimana sabda Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam :

“Rabb kalian berkata; Wahai anak Adam! Beribadahlah kepadaKu sepenuhnya, niscaya aku penuhi hatimu dengan kekayaan dan Aku penuhi kedua tanganmu dengan rizki. Wahai anak Adam! Jangan jauhi Aku, sehingga aku penuhi hatimu dengan kefakiran dan Aku penuhi kedua tanganmu dengan kesibukan”. (HR. Al-Hakim: Silsilah Al-Hadits Ash-Shahihah No. 1359).

Kelima: Iman dan taqwa membimbing hijrah fisabilillah. Perubahan sikap dari yang buruk kepada sikap kebaikan, atau hijrah adalah perpindahan dari negeri kafir, menuju negeri kaum Muslimin, menolong mereka untuk mencapai keridhaan Allah (Tafsir manar, 5: 39)
Hijrah ini membukakan pintu rizki Allah dengan janjiNya dalam surat An-Nisa ayat 100:

“Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, Kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya disisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.

Keenam: Iman dan Taqwa membuahkan gemar berinfaq: Yaitu infaq yang dianjurkan agama, seperti kepada fakir miskin, untuk agama Allah. Infak manjadikan pintu rizki terbuka, Allah Subhanahu wa Ta’ala berjanji dalam QS: Saba: 39)

“Katakanlah: “Sesungguhnya Rabb-ku melapangkan rezki bagi siapa yang dikehendakiNya diantara hamba-hambaNya dan menyempitkan (siapa yang dikehendakiNya)”. Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia lah Pemberi rezki yang sebaik-baiknya”.

Meskipun sedikit, tetap diganti di dunia dan di akhirat (Tafsir Ibnu Katsir 3/595) jaminan Allah pasti lebih disukai orang yang beriman dari pada harta dunia yang pasti akan binasa (lihat At-Tafsir: Al-Kabir, 25:263) dan berinfak adalah sesuatu yang dicintai Allah (lihat tafsir Takrir wat Tanwir, 22:221).
Para malaikat mendoakan:

“Ya Allah, berikanlah kepada orang-orang berinfak ganti” (HR. Bukhari No. 1442).

Dari Sabda Rasulullah:

“Bukankah kalian diberi rizki karena sebab orang-orang lemah diantara kalian?” Begitu juga termasuk kelompok dhaif orang-orang yang mempelajari ilmu (lihat tafsir Al-Manar, 3:38).

Kemudian Ketujuh, Iman dan Taqwa membuahkan pula gemar ber-silaturahmi yaitu berbuat baik kepada segenap kerabat dari garis keturunan maupun perkawinan dengan lemah lembut, kasih dan melindungi (Muqatul Mafatih, 8/645)
Silaturahim ini menjadi pintu pembuka rizki adalah karena sabda Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam:

“Siapa yang senang untuk dilapangkan rizkinya dan diakhirkan ajalnya (dipanjangkan umurnya) maka hendaklah ia menyambung (tali) silaturahmi”. (HR. Bukhari No. 5985)
.
Silaturahim ini menyangkut pula kerabat yang belum Islam atau yang bermaksiat, dengan usaha menyadarkan mereka, buka mendukung kemungkaran atau kemaksiatannya. Namun bila mereka semakin merajalela dengan cara silaturahim ini maka menjauhi adalah yang terbaik, namun tetap kita mohonkan hidayah.

Kedelapan, melaksanakan ibadah haji dengan umrah, atau umrah dengan hajji yang tulus hanya mengharap ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana sabda Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam:

“Lanjutkanlah haji dengan umrah, karena sesunguhnya keduanya menghilangkan kemiskinan dan dosa, sebagaimana api dapat hilangkan kotoran besi, emas dan perak. Dan tidak ada pahala haji yang mabrur itu melainkan Surga.” (Ahmad No. 3669, Timidzi No. 807, Nasa’I 5:115, Ibnu Khuzaimah No. 464, Ibnu Hibban No. 3693)

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan: agar kita senantiasa ingat apa yang menjamin kita untuk memperoleh rizki Allah yang berkah di dunia dan akhirat. Yaitu Taqwallah, Istiqhfar dan Taubat, Tawakal, Taqarrub dengan ibadah berhijrah, berinfaq, silaturrahim dan segera melaksanakan haji




READ MORE - Membuka Pintu Rizki Yang Barokah

Istighfar dan Taubat adalah Kunci Rizki Yang Barokah

Di antara hal yang menyibukkan hati kaum muslimin adalah mencari rizki. Dan menurut pengamatan, sebagian besar kaum muslimin memandang bahwa berpegang dengan Islam akan mengurangi rizki mereka. Kemudian tidak hanya sebatas itu, bahkan lebih parah dan menyedihkan bahwa ada sejumlah orang yang masih mau menjaga sebagian kewajiban syari’at Islam tetapi mengira bahwa jika ingin mendapatkan kemudahan di bidang materi dan kemapanan ekonomi hendaknya menutup mata dari hukum-hukum Islam, terutama yang berkenaan dengan hukum halal dan haram.

Mereka itu lupa atau berpura-pura lupa bahwa Allah men-syari’atkan agamaNya hanya sebagai petunjuk bagi ummat manusia dalam perkara-perkara kebahagiaan di akhirat saja. Padahal Allah mensyari’atkan agama ini juga untuk menunjuki manusia dalam urusan kehidupan dan kebahagiaan mereka di dunia.
Sebagaimana Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Anas Radhiallaahu anhu , ia berkata:

“Sesungguhnya do’a yang sering diucapkan Nabi adalah, “Wahai Tuhan Kami’ karuniakanlah kepada kami kebaikan di dunia dan di akhirat, dan jagalah kami dari siksa api Neraka”. (Shahihul Al-Bukhari, Kitabud Da’awat, Bab Qaulun Nabi Rabbana Aatina fid Dunya Hasanah, no. Hadist 6389, II/191).

Allah dan RasulNya tidak meninggalkan umat Islam tanpa petunjuk dalam kegelapan dan keraguan dalam usaha mencari penghidupan. Tapi sebaliknya, sebab-sebab mendapat rizki telah diatur dan dijelaskan. Sekiranya ummat ini mau memahami dan menyadarinya, niscaya Allah akan memudahkan mencapai jalan-jalan untuk mendapatkan rizki dari setiap arah, serta akan dibukakan untuknya keberkahan dari langit dan bumi. Oleh karena itu pada kesempatan kali ini kami ingin menjelaskan tentang berbagai sebab di atas & meluruskan pemahaman yang salah dalam usaha mencari rizki.

Di antara sebab terpenting diturunkannya rizki adalah istighfar (memohon ampun) dan taubat kepada Allah. Sebagaimana firman Allah tentang Nuh yang berkata kepada kaumnya:

“Maka aku katakan kepada mereka, ‘Mohon ampunlah kepada Tuhanmu’, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (Nuh: 10-12)

Yang dimaksud istighfar dan taubat di sini bukan hanya sekedar diucap di lisan saja, tidak membekas di dalam hati sama sekali, bahkan tidak berpengaruh dalam perbuatan anggota badan. Tetapi yang dimaksud dengan istighfar di sini adalah sebagaimana dijelaskan oleh Imam Ar-Raghib Al-Asfahani adalah “Meminta (ampun) dengan disertai ucapan dan perbuatan dan bukan sekedar lisan semata.”
Sedangkan makna taubat sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Ar-Raghib Al-Asfahani adalah meninggalkan dosa karena keburukannya, menyesali dosa yang telah dilakukan, berkeinginan kuat untuk tidak mengulanginya dan berusaha melakukan apa yang lebih baik (sebagai ganti). Jika keempat hal itu telah dipenuhi berarti syarat taubatnya telah sempurna.

Begitu pula Imam An-Nawawi menjelaskan: “Para ulama berkata. ‘Bertaubat dari setiap dosa hukumnya adalah wajib. Jika maksiat (dosa) itu antara hamba dengan Allah, yang tidak ada sangkut pautnya dengan hak manusia maka syaratnya ada tiga:

1. Hendaknya ia harus menjauhi maksiat tersebut.
2. Ia harus menyesali perbuatan (maksiat) nya.
3. Ia harus berkeinginan untuk tidak mengulanginya lagi.

Jika salah satu syarat hilang, maka taubatnya tidak sah. Jika taubatnya berkaitan dengan hak manusia maka syaratnya ada empat, yaitu ketiga syarat di atas ditambah satu, yaitu hendaknya ia membebaskan diri (memenuhi) hak orang lain. Jika berupa harta benda maka ia harus mengembalikan, jika berupa had (hukuman) maka ia harus memberinya kesempatan untuk membalas atau meminta maaf kepadanya dan jika berupa qhibah (menggunjing), maka ia harus meminta maaf.

Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam tafsirnya (surat Nuh: 10-12) berkata:

“Maknanya, jika kalian bertaubat kepada Allah, meminta ampun kepadaNya, niscaya Ia akan memperbanyak rizki kalian, Ia akan menurunkan air hujan serta keberkahan dari langit, mengeluarkan untuk kalian berkah dari bumi, menumbuhkan tumbuh-tumbuhan, melimpahkan air susu, memperbanyak harta dan anak-anak untuk kalian, menjadikan kebun-kebun yang di dalamnya terdapat macam-macam buah-buahan untuk kalian serta mengalirkan sungai-sungai di antara kebun-kebun untuk kalian”.

Imam Al-Qurtubi menyebutkan dari Ibnu Shabih, bahwasannya ia berkata:

“Ada seorang laki-laki mengadu kepada Al-Hasan Al-Bashri tentang kegersangan (bumi) maka beliau berkata kepadanya, Beristighfarlah kepada Allah! Yang lain mengadu kepadanya tentang kemiskinan, maka beliau berkata kepadanya, Beristighfarlah kepada Allah! Yang lain lagi berkata kepadanya, ’Do’akanlah (aku) kepada Allah, agar ia memberiku anak!!’ maka beliau mengatakan kepadanya, ‘Beristighfar kepada Allah! Dan yang lainnya lagi mengadu kepadanya tentang kekeringan kebunnya maka beliau mengatakan (pula),’Beristighfarlah kepada Allah!”.

Kemudian di ayat yang lain Allah yang menceritakan tentang seruan Hud kepada kaumnya agar beristighfar.

“Dan (Hud berkata),’Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertaubatlah kepadaNya, niscaya Dia kan menurunkan hujan yang sangat lebat atasmu dan Dia akan membawa kekuatan kepada kekuatanmu dan juga janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa.” (Hud: 52)

Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat yang mulia di atas menyatakan:

“Kemudian Hud memerintahkan kaumnya untuk beristighfar sehingga dosa-dosa yang lalu dapat dihapuskan, kemudian memerintah-kan bertaubat untuk waktu yang mereka hadapi. Barangsiapa memiliki sifat seperti ini, niscaya Allah akan memudahkan rizkinya, melancarkan urusannya dan menjaga keadaanya”.

dan pada surat Hud di ayat yang lain Allah juga berfirman:

“Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya (jika kamu mengerjakan yang demikian (niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai pada waktu yang telah ditentukan, dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut akan ditimpa siksa hari kiamat.” (Hud: 3).

Imam Al-Qurthubi mengatakan:”Inilah buah istighfar dan taubat. Yakni Allah akan memberikan kenikmatan kepada kalian dengan berbagai manfaat berupa kelapangan rizki dan kemakmuran hidup serta Allah tidak akan menyiksa kalian sebagaimana yang dilakukanNya terhadap orang-orang yang dibinasakan sebelum kalian.”

Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Daud, An-Nasa’i Ibnu Majah dan Al-Hakim dari Abdullah bin Abbas ia berkata, Rasulullah bersabda:

“Barangsiapa memperbanyak istighfar (mohon ampun kepada Allah), niscaya Allah menjadikan untuk setiap kesedihannya jalan keluar dan untuk setiap kesempitannya kelapangan dan Allah akan memberikan rizki (yang halal) dari arah yang tidak disangka-sangka.” (Dishahihkan oleh Imam Al-Hakim (AlMustadrak, 4/262) dan Syaikh Ahmad Muhammad Syaikh (Hamisy Al-Musnad, 4/55)

Dalam hadist yang mulia ini, Nabi menggambarkan tentang tiga hasil yang dapat dipetik oleh orang yang memperbanyak istighfar. Salah satunya yaitu, bahwa Allah Yang Maha Esa, Yang memiliki kekuatan akan memberi rizki dari arah yang tidak disangka-sangka dan tidak pernah diharapkan serta tidak pernah terbersit dalam hati.
Karena itu, kepada orang yang mengharapkan rizki hendaklah ia bersegera untuk memperbanyak istighfar, baik dengan ucapan maupun dengan perbuatan. Dan hendaklah kita selalu waspada! dari melakukan istighfar hanya sebatas dengan lisan tanpa perbuatan. Sebab ia adalah pekerjaan para pendusta.

Dari penjelasan di atas, dapat kita tarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Bahwasannya telah disyari’atkan oleh Allah kepada kita untuk senantiasa ber-istighfar dan taubat dengan lisan yang disertai perbuatan. Karena istighfar dan taubat dengan lisan semata tanpa disertai dengan perbuatan adalah pekerjaan para pendusta.

2. Bahwasannya dengan istighfar dan taubat, Allah akan mengampuni dosa-dosa hambaNya, Allah akan menurunkan hujan yang lebat, Allah akan memperbanyak harta dan anak-anak, Allah akan menjadikan untuknya kebun yang di dalamnya mengalir sungai-sungai. Jadi dengan istighfar dan taubat, Allah akan membukakan pintu-pintu rizki dan keberkahan baik dari langit maupun dari bumi.


by caksub

READ MORE - Istighfar dan Taubat adalah Kunci Rizki Yang Barokah

Hakikat Penderitaan dan Kenikmatan

Di Shahih-nya, Muslim meriwayatkan hadits dari Rasulullah Shallallahu Alaihis Sallam yang bersabda,

“Pada Hari Kiamat penghuni neraka, yang dulunya penghuni dunia yang paling enak hidupnya didatangkan, lalu dicelupkan sekali saja ke neraka. Pernah merasakan kenikmatan?’ Orang tersebut menjawab, ‘Tidak, demi Allah, wahai Tuhanku.’ Penghuni surga, yang dulunya penghuni dunia yang paling menderita didatangkan, lalu dicelupkan sekali saja ke surga. Dikatakan kepadanya, ‘Hai anak Adam, apakah engkau pernah melihat kesengsaraan?’ Orang itu menjawab, ‘Tidak, demi Allah. Aku tidak pernah merasakan penderitaan dan melihat kesengsaraan sebelum ini’.” (Diriwayatkan Muslim).

Manusia Paling Menderita
Di dunia ini, terkadang kita lihat orang Mukmin hidup sengsara, miskin, disiksa, diusir, dan ditindas bangsanya sendiri, hanya karena ia mengatakan laa ilaaha illallah muhammad rasulullah (Tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan Muhammad itu utusan Allah), menolak sujud dan ruku’ kepada selain Allah Ta’ala, serta enggan memberikan salah satu nama atau sifat-Nya kepada selain Dia. Kelak, ia menghuni surga dan didatangi pada Hari Kiamat, lalu dicelupkan di surga. Setelah itu, ia ditanya, “Apakah engkau pernah mengalami penderitaan sebelum ini?”

Kendati melihat berbagai penderitaan selama hidupnya dan mengalami penderitaan panjang semasa diuji, orang Mukmin bersumpah dengan nama Allah Ta’ala pada hari itu. ia yang bukan tipe pembohong semasa hidup di dunia, apakah Anda lihat dia berbohong pada hari mencekam itu?

Jawaban yang diberikan orang Mukmin penghuni surga di atas bukan jawaban bohong dan mengada-ngada. Namun, perasaan yang menguasai dirinya sesudah dicelup ke surga. Di sana, ia lihat istana surga dibangun dari batu bata emas dan perak. Ia lihat sungai-sungai yang dibawahnya mengalir sungai-sungai susu, madu, kharm, dan air, di sebuah pemandangan menakjubkan, yang belum pernah ia lihat di dunia. Di sana, ia lihat tanah surga berasal dari za’faran, lumpurnya dari kesturi, dan krikilnya dari mutiara. Di sana, ia lihat bidadari-bidadari jelita, yang jika salah seorang dari mereka melihat dari langit, tentu ia menutup sinar matahari. Di sana ialihat istana-istana seperti kemah, dibuat dari mutiara dan di dalamnya ada istri-istri orang Mukmin. Di sana ia lihat burung-burung dengan warna-warninya yang amat menarik. Dan, seabrek kenikmatan lainnya. Itu semuanya membuatnya lupa kesengsaraan yang pernah ia lihat di dunia. Lalu, ia bersumpah dengan nama Allah Ta’alabahwa ia tidak pernah melihat kesengsaraan dan mengalami penderitaan sebelum ini.

Bagaimana Orang Mukmin Hidup di Dunia?
Orang Mukmin menyadari betul hakikat dunia ketika hidup di dalamnya. ia tahu dunia itu tempat ujian dan jembatan menuju akhirat. Ia hidup di dunia seperti layaknya orang asing, seperti diperintahkan Rasulullah Shallallahu Alaihis wa Sallam ketika bersabda kepada Ibnu Umar Radhiyallahu Anhuma,

“Jadilah engkau di dunia seperti orang asing atau musafir”. (Diriwayatkan At-Tirmidzi).

Ibnu Umar Radhitallahu Anhuma berkata:

“Jika Anda berada di sore hari, Anda jangan menunggu pagi hari. Jika Anda berada di pagi hari, Anda jangan menunggu sore hari. Gunakan sehatmu untuk masa sekitmu dan masa hidupmu untuk masa matimu.” (Diriwayatkan Al-Bukhari).

Begitulah, ia tahu betul makna kehidupan dunia. Orang asing paham negeri yang ia singgahi itu akan ia tinggalkan pada suatu waktu. Karena itu, ia tidak bertindak layaknya orang mukmin. Begitu juga musafir. Ia dinamakan abirul sabil (pelintas jalan), karena tidak pernah menetap di tempat yang ia lewati, namun ia melewatinya dengan cepat, menuju tempat tinggalnya.
Orang Mukmin hidup dengan perasaan seperti itu. ia selalu “berjalan”. Ia berbekal sebanyak mungkin dengan bekal yang membantunya mengarungi jalan, hingga tiba di tempat tujuan, yaitu surga. Ia juga membekali dirinya dengan senjata untuk melindungi dirinya dari perampok jalanan, yaitu kemaksiatan, yang ingin memotong jalannya dan merampok “assetnya”.

Orang Paling Enak Hidupnya
Sedang orang-orang yang tidak merasakan seperti di atas, maka salah seorang dari mereka, kendati memiliki segudang kenikmatan dunia: harta, tahta, istana, kendaraan, status sosial tinggi, kekuasaan, marga terhormat, pembantu, militer, dan senjata, namun ketika ia dicelupkan ke neraka, lalu merasakan panasnya yang lebih panas enam puluh sembilan kali dari panas versi dunia. Atau ia melihat pohon Zaqqum, yang seandainya satu tetesnya menetes ke dunia, maka satu tetes itu merusak sumber kehidupan seluruh penghuni dunia. Atau ia lihat gigi geraham orang kafir sebesar Gunung Uhud dan kulitnya menebal setebal perjalanan tiga hari. Atau ia lihat air panas diminum penghuni neraka, lalu air panas itu memotong usus-usus mereka. Atau ia lihat barang tambang meleleh ditumpakan ke kepala penghuni neraka. Atau ia lihat langsung tangis penghuni neraka, sumpah serapah, dan penyesalan mereka. Dan, melihat siksa-siksa lain yang tidak pernah dilihat mata, didengar telinga, dan terbayang di benak manusia. Maka, ia bersumpah dengan nama Allah Ta’ala bahwa ia tidak pernah merasakan kenikmatan dan memandang sebentar masa hidupnya di dunia, hingga kurang dari masa hidup yang sesungguhnya di dunia.
Artikel ini saya kutip dari caksub


READ MORE - Hakikat Penderitaan dan Kenikmatan

Minggu, 29 Maret 2009

Tingkatkan Kecepatan Download Anda Dengan DAP


Download Accelerator Plus (DAP) akan mempercepat kecepatan download Anda melalui internet menggunakan protokol FTP dan HTTP dan dapat juga sekaligus men-download beberapa file dari segmen yang sama atau berbeda server.

Download Accelerator Plus memungkinkan Anda untuk menghentikan sementara dan melanjutkan proses download.

Selain itu, DAP juga dapat mencari mirror dari file yang mau Anda download dan melaksanakan download dari mirror yang terbaik atau paling responsif. DAP Sudah dikonfigurasi secara default untuk secara otomatis mengintegrasikan ke dalam browser Internet Explorer atau Netscape ketika terinstal.


Fitures :

  1. Kecepatan penuh dan Keamanan! Hanya dengan Download Accelerator Plus! 8,6
  2. Download Sampai 400% lebih cepat!
  3. Dapatkan kecepatan yang super cepat dengan kecepatan hingga 10 sambungan/segmen per download!
  4. Saat men-download file zip Anda dapat tau isi dari file zip tersebut!
  5. Keamanan Baru oleh ZoneAlarm untuk memeriksa setiap situs & aplikasi yang Anda download!
  6. Memiliki tab download!
  7. Dapat me-Resume broken downloads!
  8. Antarmuka yang menarik dan mudah untuk digunakan.
  9. Harian download direkomendasikan oleh pengguna!
  10. Dan banyak lagi. . .


Didukung Browser : IE 7.x | 5.x | 6.x Netscape 6.x | 7.x Opera 5 | 6 Mozilla | Firefox
Platform didukung Windows : 98 / ME / XP / NT4 / 2000 / Windows Vista

DOWNLOAD : DAP_8.7.0.5_FINAL.rar (6.7Mb)
website : http://www.speedbit.com/dap/




READ MORE - Tingkatkan Kecepatan Download Anda Dengan DAP

Maksimal Kinerja dan Tingkatkan Stabilitas Sistem Anda Dengan Registry Booster


Menginstall atau menguninstall software kerap kali bisa mengubah integritas dari registry di Windows. Hal ini juga terjadi jika Anda mengganti pengaturan standar di Windows seperti membuat shortcut, dokumen, atau folder.

Jika PC sudah terasa lambat dan kurang nyaman dipakai, cobalah Registry Booster yang bisa membantu membersihkan dan memperbaiki PC dari registry yang rusak atau registry yang tidak lagi digunakan sistem.

Registry Booster menggunakan teknologi yang disebutnya sebagai Advanced Error Detection Technology. Fasilitas ini yang secara otomatis mengindentifikasi registry windows yang hilang, rusak, atau tidak dapat digunakan sehingga berpotensi menggangu stabilitas sistem. Anda memiliki 2 pilihan saat akan menjalankan Registry Booster, yaitu pada saat start up (mulai) Windows atau manual (dijalankan dari start menu). Selain itu, selesai memindai, Registry Booster juga bisa memberikan alternatif untuk menyimpan data registry lama sebelum Registry Booster memperbaiki registry yang salah.

Dapat digunakan pada OS : Windows 9
8/2000/XP/2003/Vista


DOWNLOAD : Registry_Booster_v2.zip (3.9Mb)
website : http://www.liutilities.com



sumber :( ̄ー ̄)



READ MORE - Maksimal Kinerja dan Tingkatkan Stabilitas Sistem Anda Dengan Registry Booster
Ilmu takan datang sendiri kalau kita tidak mencarinya